Eramuslim.com – Ketua Dewan Pembina Komite Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Chalid Muhammad menilai, Pemerintah Provinsi DKI telah salah kaprah karena menjadikan Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1995 sebagai acuan untuk melakukan reklamasi Teluk Jakarta.
Padahal, sebut dia, sudah ada landasan hukum yang lebih baru yaitu Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 Tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur.
Hal tersebut dia sampaikan dalam diskusi soal reklamasi di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Sabtu (9/4/2016).
Dalam Keppres tahun 1995, disebut bahwa Pemprov DKI memiliki wewenang untuk mengeluarkan izin reklamasi.
“Sementara dalam Perpres 54 tahun 2008, dikatakan izin reklamasi yang dikeluarkan masih terus berlanjut tetapi harus disesuaikan. Artinya yang boleh dilanjutkan itu izin yang sudah dikeluarkan. Izin yang belum dikeluarkan harus tunduk kepada aturan baru bahwa Jakarta masuk kawasan strategis nasional,” ujar Chalid.
Dalam Perpres 54 tahun 2008 disebut bahwa ibu kota masuk dalam kawasan strategis nasional. Sehingga wewenangnya berada pada pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah.
Menurut Chalid, seharusnya Perpres ini yang menjadi acuan Pemprov DKI. Bukan Keppres 52 tahun 1995. Jika mengacu pada Perpres 54 tahun 2008, maka seharusnya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tidak bisa mengeluarkan izin reklamasi yang baru.
Selain soal dua peraturan, seharusnya Ahok juga menunda memberikan izin reklamasi sebelum Perda Rencana Zonasi disahkan. Sebab, perpanjangan izin prinsip seharusnya dilakukan setelah ada perda zonasi.
“Kalau taat aturan seharusnya hold izinnya. Karena harus ada perda zonasi. Karena ini belum ada ya harusnya sabar dulu,” ujar Chalid.
“Jadi aturan yang ditabrak Ahok itu banyak sekali,” tambah dia.(ts/ks)