“Seharusnya Menteri Perhubungan berkordinasi dengan Polri untuk melakukan rekayasa lalulintas Tol Cikampek Jakarta. Sebab munculnya ‘neraka’ kemacetan jalan tol itu adalah akibat sikap seenaknya pemerintah yang menumpuk proyek infrastruktur di pinggir dan tengah jalan tol secara bersamaan,” tutur Neta.
Seharusnya, lanjut dia, pemerintah menyadari bahwa Tol Cikampek Jakarta adalah urat nadi satu satunya Trans Jawa. Sehingga sedapat mungkin dihindari untuk ‘mengganggunya’.
“Kalaupun ingin membangun jalur kereta dan lainnya seharusnya menggunakan lahan yang lain agar urat nadi Trans Jawa tidak terganggu,” ujar Neta.
Tapi ironisnya, akibat sikap ngawur pemerintah itu menimbulkan ‘neraka’ kemacetan, Menteri Perhubungan seolah menyalahkan warga Bekasi sebagai biang keroknya dan didiskriminasi dengan sistem genap ganjil.
Padahal jika dicermati, kemacetan Tol Cikampek di pagi hari justru lebih parah dari arah Jakarta hingga ke Cibitung. Titik kemacetannya mulai dari Pintu Keluar JORR di Cikunir hingga pintu keluar Kawasan Industri Cibitung. Sedangkan kemacetan parah Jalur Bekasi Jakarta umumnya hanya terjadi hari Senin pagi. Itupun dari arah Bandung dan Pantura, yang umumnya orang orang yang habis liburan.
Dengan kondisi ini dipastikan sistem genap ganjil bukan solusi untuk mengatasi kemacetan Tol Cikampek. Tapi sistem itu hanya mengatasi masalah dengan masalah hingga akan menimbulkan masalah baru.
“Akibat kebijakan itu warga dan Pemko Bekasi harusnya merasa terhina. Sebab mereka seperti dianggap sebagai ‘warga dari planet lain’ yang pantas didiskriminasi oleh Menteri Perhubungan,” sebut Neta lagi.