Eramuslim – Jika Mahkamah Konstitusi (MK) tidak bisa mengubah sejarah dalam perluasan makna terkait zina serta lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), maka DPR RI diharapkan bisa melakukan itu.
Harapan ini diutarakan Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), Jimly Asshiddiqie, terkait Rancangan KUHP yang sedang dibahas DPR saat ini.
“Sekarang tibalah masanya DPR RI untuk mengubah sejarah, karena masalah UU zina ini sudah berumur satu abad yang disahkan oleh Pemerintah Belanda pada 1 Januari 1918 silam. Nah, undang-undang ini sudah lama, jadi perlu diperluas bahasannya,” tuturnya kepada Hidayatullah usai acara seminar di Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Rabu (07/02).
Menurut Jimly, konsep zina yang dimaknai dalam undang-undang saat ini adalah alam pikiran satu abad yang lalu. Di situ, katanya, menerangkan bahwa zina berarti hubungan seksual antar orang yang sudah punya hubungan suami-istri dan melakukan pengkhianatan dari pasangannya.
Jilmly pun meminta para ahli hukum agar membantu meluruskan pemaknaan itu. Karena, jelasnya, instrumen hukum pidana bisa dijadikan alat untuk membina warga bangsa, tentu termasuk LGBT, dari arah perilaku yang tidak menyimpang.
“Kita perlu memperluas undang-undang kita sesuai dengan kebudayaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila,” ujarnya.
Jimly melanjutkan, “Untuk menangani kasus LGBT, harus dilakukan beberapa pendekatan dari segala lini yang ada serta oleh instansi terkait. Di antaranya melalui pendekatan kesehatan, pendidikan, dan dakwah, termasuk pendidikan publik melalui media dan pendekatan struktural baik hukum maupun politik.” (Hi/Ram)