Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR Lukman Hakim Saefudin membantah anggapan aktivis HAM yang mengatakan bahwa pelarangan terhadap Ahmadiyah merupakan pelanggaran konstitusi yang menggariskan kebebasan beragama buat pemeluknya.
Menurutnya, Kebebasan yang sebebas-bebasnya justru akan memunculkan perilaku anarki. Oleh karena itu pelarangan terhadap aliran Ahmadiyah sudah sangat tepat, karena jika tidak maka akan timbul anarkisme. Karena itu, Ia menyarankan agar Ahmadiyah membuat agama baru dan tidak menggunakan nama Islam bila tidak mengakui Nabi Muhammad sebagai sebagai nabi terakhir
“Yang jadi permasalahan alirah Ahamdiyah itu mengaku sebagai aliran Islam, namun apa yang diajarkannya bertentangan dengan ajaran Islam yang diakui bahkah oleh seluruh aliran yang ada bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir dan bukan Mirza Gulam. Jadi yang dilarang bukan kebebasan beragamannya karena hal itu adalah penistaan terhadap Islam, ” ujar Lukman, di Gedung DPR, Jakarta.
Sebetulnya, lanjut Lukman, apabila jemaaat Ahmadiyah membuat sebuah agama baru yang tidak membawa-bawa Islam, hal itu tidak akan menjadi masalah bagi umat Islam.
"“Buatlah agama yang namanya apapun yang mereka mau, tapi jangan membawa Islam kalau tidak mengakui Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir, " jelas Anggota Komisi Hukum DPR itu.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latief menilai, keputusan Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan
Masyarakat (Bakor Pakem) yang menyatakan aliran Ahmadiyah menyimpang dari ajaran Islam dan harus dihentikan, merupakan sebuah pelanggaran mendasar terhadap konstitusi negara.
Yudi menyatakan bahwa permasalahan Ahmadiyah adalah permasalahan internal umat Islam atau komunitas muslim, oleh sebab itu menurutnya MUI tidak dalam kapasitasnya membubarkan Ahmadiyah melalui tangan pemerintah.
“Bahwa MUI tidak sepaham dengan Ahmadiyah sih oke-oke saja, namun MUI juga tidak pada kapasitasnnya memaksa pemeritnah melarang Ahmadiyah. Legitimasi untuk itu bukan pada satu keagamaan, ” tambahnya. (novel)