Kepolisian harus melakukan reformasi total untuk pembinaan perilaku dan pengaturan baru mengenai penggunaan senjata oleh jajaranya. Hal ini penting agar ke depan, institusi Polri tidak lagi tercoreng oleh aksi tembak menembak sesama anggotanya.
Demikian Ketua DPR Agung Laksono di Gedung MPR/DPR Jakarta, menanggapi kasus polisi menembak polisi yang terjadi di Merauke. Kali ini, pelaku penembakan adalah Kasat Lantas Polres Merauke AKP Ronny Pasaribu yang menembak anak buahnya Briptu Hidayat, kemudian yang bersangkutan menembak dirinya sendiri. Baik pelaku maupun korban akhirnya tewas.
Menurutnya, reformasi dan perubahan menyeluruh diperlukan di institusi Polri untuk mencari format yang paling tepat bagaimana pembinaan dan pengaturan penggunaan senjata oleh aparat kepolisian.
“Kita serahkan kepada kepolisian bagaimana prosedur penggunaan senjata. Mungkin mulai dari awalnya diberikan ketentuan baru. Tetapi polisi tetap harus dipersenjatai. Sebab kalau tidak dibekali senjata bisa mati konyol oleh penjahat, ” papar dia.
Kendati demikian, ia meminta Polri tidak mencari pembenaran dengan berdalih kesulitan mengawasi personel yang jumlahnya mencapai 400 ribu orang. “Ya nggak bisa hanya karena alasan anak buahnya banyak hingga mencapai 400 ribu orang lalu mencari pembenaran, ” saran Agung.
Terkait dengan hal itu, ia mendesak agar digelar kembali tes psikologis dari dan untuk aparat kepolisian itu sendiri. Pemeriksaan harus dilakukan secara ketat dan diberlakukan secara berkala.
Selain itu, tambahnya, prosedurnya juga harus dibuat lebih jelas, sehingga komandan lapangan memiliki pegangan jelas dalam pengunaan senjata, kapan digunakan, kepada siapa diberikan dan seterusnya.
"Jadi khusus mengenai pengaturan senjata ini perlu didalami. Sehingga kasus-kasus yang pernah terjadi tidak terulang, ” ujarnya. (dina)