Ketua Dewan Dakwah: Modernisme Barat Harus Kita Hadapi

Ketua Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) Adian Husaini menyatakan, saat ini kenyataannya Barat adalah peradaban yang sedang menguasai dunia. Mau tidak mau sekarang umat ini hidup dalam hegemoni kemodernan Barat.

Oleh karena itu, hampir seluruh agama, ketika bicara tentang modernitas, harus menanggapi modernitas itu. Ada kemudian yang merespon dengan mengadopsi total, ada pula yang mengambil jalan adaptasi. ”Jadi, lari dari kemodernan memang tidak realistis, harus kita hadapi, ” ujar Adian pada diskusi pekanan Institute for The Study of Thought and Civilization.

Menurutnya, permasalahan Barat sebenarnya bukan saja permasalahan Islam, tapi permasalahan semua agama yang ada. Agama Kristen, misalkan, dalam hal ini Katolik, ketika pemilihan Paus Benediktus ke-XIV, mereka menyatakan bahwa saat ini tantangan terberat datang dari Barat, dan oleh karenanya perlu memilih paus yang berasal dari Barat, karena ia yang akan lebih mengerti, memahami sejarah dan kultur Barat.

Lebih jauh lagi, salah satu program penting paus sekarang ini adalah battling dictatorship of relativism, ( memerangi kediktaoran relativisme). Relativisme inilah yang kini diyakini sebagai ancaman bagi eksistensi mereka. Akibat relativisme ini, orang Kristen di Barat tidak lagi merasa penting berurusan dengan agamanya.

"Ejekan menggunakan media agama sudah sangat biasa di Barat. Singkatnya, walaupun mereka beragama, mereka tidak peduli lagi dengan agamanya, " papar kandidat doktor bidang pemikiran dan peradaban Islam Universitas Islam Antarbangsa, Malaysia.

Malapetaka peradaban seperti ini, kata dia, sebenarnya sudah diperingatkan sejak lama oleh filsuf dan penyair Muslim Muhammad Iqbal. Dia menyatakan, ”Conviction anabled abraham to wade into the fine: conviction is an intoxicant which makes man sacrificing; know you, on victims of modern civilization lack of conviction is worse then slavery”.

Oleh karena itu, menilai Barat menjadi sekuler-liberal, kata Adian, peraih magister Ilmu politik Universitas Jaya Bayaini, pertama, karena trauma sejarah – khususnya yang berhubungan dengan dominasi agama (Kristen) di zaman pertengahan –, kedua; problema teks Bible, dan ketiga; problema teologis Kristen.

"Ketiga problema itu terkait satu dengan lainnya, sehingga memunculkan sikap traumatis terhadap agama, yang pada ujungnya melahirkan sikap berpikir sekular-liberal dalam sejarah tradisi pemikiran Barat modern, " tandasnya. (rz/dina)