Ketapel Kembali Jadi Senjata Perjuangan Pemuda Palestina

Kembali berkecamuknya perlawanan rakyat di Jalur Gaza, melalui pawai kepulangan akbar yang dimulai pada 30 Maret 2018, dan sebelumnya gelombang konfrontasi yang meledak setelah meletusnya intifadhah al-quds pada Oktober 2015, di antara keduanya adalah gelombang kemarahan khusus terkait dengan deklarasi Trump yang mengakui al-Quds sebagai ibukota negara penjajah Zionis Israel, telah membuka penggunaan semua sarna perjuangan rakyat, di antaranya adalah penggunaan ketapel dan yang sejenisnya serta ban-ban mobil yang dibakar.

Selain di Jalur Gaza, ketapel juga digunakan dalam konfrotnasi melawan pasukan penjajah Zionis di Tepi Barat. Karena konfrontasi sering terjadi di dekat pos-pos militer dan di wilayah yang relatif terbuka.

Menurut kolomnis dan analis politik Palestina Adnan Abu Amir. Penggunaan ketapel ini relatif tidak terlihat. Hal ini yang membingungkan pasukan penjajah Zionis. Meski tidak mematikan, namun batu yang dilontarkan bisa mengakibatkan luka, bahkan bisa parah apabila dilontaskan dari dekat. Lontaran batu bisa mencapai 70-120 meter.

Alat ini memang tergantung pada kekuatan lontaran dan jenis karet yang digunakan. Bila karet yang digunakan memiliki kelenturan bagus dan kuat, kadang bisa menjaungkau lebih jauh. Semakin dekat jarak lontaran, maka semakin keras dan kuat mengenai sasaran.

Abu Amir menegakan bahwa digunakannya kembali sarana lama dalam perlawanan ini adalah sebagai jawaban komprehensif bahwa setiap kali penjajah Zionis berusaha untuk menggunakan taktik baru, maka perlawanan terus mengnintai, untuk memotong jalan dengan menciptakan metode baru, bahkan jika itu adalah metode lama.

Dia menambahkan, hal ini juga menjelaskan banyaknya inovasi-inovasi kecil, penciptaan pendahuluan untuk inovasi-inovasi besar, dan yang lebih penting adalah turunnya rakyat ke arena intifadhah, yang pada mulanya tidak memiliki apa-apa kecuali kemauan untuk melakukan konfrontasi. (Pip)