Sikap para dekan di IAIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh yang menolak pengadaan mobil dinas baru agaknya patut diteladani para pejabat pusat di Jakarta. Para dekan ini mengatakan bahwa pengadaan mobil baru dinilai belum diperlukan mengingat fasilitas belajar untuk para mahasiswanya masih sangat minim.
Kepada sejumlah wartawan di kampus IAIN Darussalam, para dekan tersebut (4/4) menyatakan, pengadaan mobil dinas baru belum begitu mendesak, selain mobil yang lama masih layak pakai, biaya operasionalnya juga terlalu tinggi.
"Biaya operasionalnya juga terlalu tinggi, sehingga membebani anggaran IAIN yang seharusnya diutamakan untuk mutu pendidikan, " kata Dekan Fakultas Syariah, Drs. Hamid Sarong, SH, M. H, seraya mengatakan bahwa mobil dinas yang selama ini dipakainya, yakni Toyota Kijang tahun 1996 masih bagus dan layak dipakai.
Hamid Sarong menambahkan, untuk sekarang ini belum layak memakai mobil yang mewah, mengingat kondisi sarana pendidikan di IAIN masih sangat minim dan berkekurangan. “Selaku dosen yang dekat dengan mahasiswa, saya rasanya malu memakai mobil baru tersebut. Justru saya lebih percaya diri memakai mobil dinas yang lama, " ujarnya.
Mobil yang sudah didatangkan sejak bulan Febuari yang lalu tergolong cukup mewah, yaitu lima unit mobil Toyota Kijang Innova seri E, dua unit Toyota Avanza seri G dan dua unit Toyota Kijang Innova seri G. Akibat penolakan dari para dekan, sekitar lima mobil Kijang Innova itu masih terparkir rapi di halaman Biro Rektorat.
Sikap sederhana dari para dekan di Aceh ini bertolak-belakang dengan sikap bermewah-mewahan para pejabat negara di tingkat pusat dan juga di banyak daerah. Kita semua bisa melihat betapa arena parkir di Gedung DPR-RI di Senayan, Jakarta, misalnya, sudah seperti showroom mobil mewah di mana mobil mewah sekelas Jaguar dan sebagainya bukan merupakan barang aneh lagi.
Kasus pengadaan laptop di DPR-RI (walau sudah dibatalkan karena menuai protes yang amat kuat dari rakyat) juga mencerminkan betapa tidak tahu malunya para anggota DPR-RI terhadap rakyat. Di saat banyak rakyat Indonesia yang kelaparan, putus sekolah, bahkan banyak yang gantung diri karena tidak kuat menahan kemiskinan, para ‘wakil-rakyat’ nya malah beramai-ramai menghabiskan uang rakyat untuk kesejahteraannya sendiri.
Seharusnya para pejabat pusat, dari tingkat camat hingga presiden memperlihatkan teladan hidup sederhana. Karena toh mereka digaji dari uang rakyat. Rakyatnya sendiri untuk bisa makan hari ini saja banyak yang sulit.
Kita tentu masih ingat, betapa para menteri di Belanda—sebuah negara kaya di Eropa—tidak diberi fasilitas kendaraan dinas. Mereka dari rumah ke gedung parlemen ada yang naik sepeda, bahkan ada yang menumpang kendaraan umum. Padahal, ini ironisnya, Belanda merupakan salah satu negara pemberi utang kepada Indonesia sampai saat ini.
Sikap yang ditunjukkan para dekan di IAIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh sungguh-sungguh merupakan oase di tengah kebejatan moral para pejabat tingkat pusat yang sama sekali tidak perduli pada penderitaan rakyat. (Rizki)