Pengurus Besar Mathla’ul Anwar, menyampaikan laporan tentang peristiwa Cikeusik, yang telah menimbulkan berita besar, yang kemudian diarahkan untuk membubarkan Ormas Islam.
Tetapi, sesungguhnya, bagaimana peristiwa itu terjadi, dan siapa pelakunya, serta adakah skenario yang ada dibalik peristiwa itu? KH. Ahmad Sadli, Pimpinan Mathla’ul Anwar yang hadir di Kantor DDII Pusat, Jakarta menyampaikan laporannya, pada hari Jum’at lalu, diantaranya :
Tentang tokoh Ahmadiyah Cikeusik, Suparman (45), asal Kampung Peundeuy, Desa Umbulan adalah pimpinan Ahmadiyah, Cabang Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Padeglang. Suparman lulusan SLP Cikeusik dan melanjutkan SLA nya diluar Kecamatan Cikeusik. Selebihnya, Suparman adalah anak Matori, yang berasal dari Indramayu.
Menurut Pengurus Besar Mathla’ul, peristiwa di Cikeusik, berawal dari keresahan warga dengan kegiatan Ahmadiyah yang melakukan penyebaran dan mengajak warga Umbulan dan Nanggala, sekitar 6 bulan yang lalu (September) dengan memfasilitasi dan membawa rombongan pergi ke Bogor. Kemudian memuncak pada bulan Ramadhan 1431 Hijriyah/Nopember 2010, selanjutnya warga masyarakat mendatangi Suparman, yang menjadi pimpinan Ahmadiyah, dan sempat terjadi demo kecil.
Kemudian Suparman tidak yang tidak terima atas sikap masyarakat itu, lalu menelpon adiknya Suhirman (Anggota TNI) yang bertuga di Palembang, dan adiknya menelpon ke Polda. Polda pun mengirim anggota Brimob 1 mobil, dan terjadi perjanjian antara kedua belah pihak (antara masyarakat dan pimpinan Ahmadiyah). Tetapi, keadaan belum mereda, masyarakat belum puas, yang kemudian masalahnya di bahas di bawa ke sidang MUI, tingkat Kecamatan, hari Rabu 16 Desember 2010, dan hasilnya pihak Suparman bersikukuh, tetap menyebarkan fahamnya (Ahmadiyah).
Kronologis Tragedu 6 Februari 2011
Tanggal 6 Februari 2011, Minggu pagi pukul 06.30 datang utusan Ahmadiyah Pusat (Laskar Ahmadiyah) dari Bekasi, dengan membawa 2 mobil, 1 Inova dan 1 APV serta 1 Unit Motor Mega Pro dengan jumlah 20 orang dan membawa satu karung senjata tradisional.
Kepala Desa Umbulan (M Johar) setelah mendengar informasi akan adanya pergerakan massa, segera mendatangi Jamaah Ahmadiyah yang merupakan warga setempat. Dan, yang pertama didatangi adalah keluarga Bapak Matori (Orang tua Suparman). Kepala Desa menyarankan agar keluarga Matori dan Jamaah Ahmadiyah yang lain segera mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Pada waktu yang bersamaan Kepala Desa mendapatkan laporan dari Nayati (adik Suparman) bahwa ada instruksi dari Laskar Ahmadiyah dari Pusat yang pada waktu itu sedang berada di rumah Suparman (tempat peribadatan Ahmadiyah) agar tetap di tempat dan mempertahankan tempat peribadatan mereka.
Pada pukul 7.30, aparat keamanan yang terdiri Kanit Reskrim, Kapolsek, Dan Ramil berserta seluruh anggotanya sudah berada di lokasi, pada waktu itu pula para aparat menemui Utusan Pusat Jamaah Ahmadiyah, yang berada di rumah Suparman dengan tujuan menyarankan dan membujuk agar para anggota Jamaah Ahmadiyah mau dievakuasi dan ditempatkan di tempat yang aman dengan tanggungjawab penuh aparat.
Tetapi, usaha untuk melakukan evakuasi itu gagal. Karena para anggota Jamaah Ahmadiyah menolak mentah-mentah upaya dari aparat, mereka menjawab, “Kalau Polri dan TNI tidak bisa mengamankan, kami akan tetap bertahan di tempat ini untuk mempertahankan aqidah kami dan asset Ahmadiyah. Sampai titik darah penghabisan.” (sumber dari Kepala Desa dan Kanit Reskrim).
Pada pukul 9.30 pagi, bantuan Mobil Dalmas dari Polres Padeglang sudah berada di lokasi. Pada pukul 10.45, belasan masyarakat yang tidak dikenal identitasnya datang ke lokasi. Tidak lama kemudian angggota Jamaah Ahmadiyah Pusat, langsung melempari masyarakat dengan batu, masyarakatpun membalasnya. Selanjutnya, bersamaan itu datanglah ribuan massa. Menghadapi situasi yang ada saat itu, para anggota Jamaah Ahmadiyah keluar dari dalam rumah dengan membawa tombak, celurit, dan ketapel, sehingga pertikaian tidak dapat dihindari.
Bagi Jamaah Ahmadiyah yang menyerahkan diri ke aparat tidak diserang massa. Sedangkan anggota Jamaah Ahamdiyah yang melawan dan luka-luka dapat dievakuasi oleh aparat. Sebagian lagi mereka melarikan diri ke hutan. Kemudian 3 orang anggota Jamaah Ahmadiyah yang meninggal adalah yang melakukan perlawanan dan lari ke sawah, sehingga di kejar massa. Sedang massa yang lain merusak tempat peribadatan dan membakar 2 unit mobil serta 1 motor. (sumber dari Amprung)
Demikian laporan dari Mathla’ul Anwar Banten, sekilas tentang peristiwa Ahmadiyah, yang kemudian dari kasus itu, opini yang kembangkan media, ormas Islam melakukan kekerasan dan harus dibubarkan. Sampai Presiden SBY pun, mengatakan ormas yang melakukan kekerasan harus dibubarkan. (mh/Mathla’ul Anwar)