Kerja Gak Becus, DPR Malah Minta Dana Aspirasi Rp. 22,8 Triliun!

dpr-tidur-1Eramuslim.com – Pemerintah diimbau menolak dana aspirasi anggota DPR RI dan kenaikan gaji anggota DPRD dalam APBN 2017. Sebab, dana aspirasi hanya akan mengacaukan sistem anggaran dan kerap menjadi ladang korupsi dan praktik suap para anggota dewan.

“Dalam setahun ini setidaknya dua kasus dana aspirasi ditangani oleh KPK. Sehingga harusnya menjadi momentum untuk memperbaiki alokasi dana aspirasi DPR,” kata Manager Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Apung Widadi kepada redaksi, Jumat (2/9).

Dia menjelaskan, dana aspirasi menjadi ladang korupsi seperti yang telah menjerat anggota dewan I Putut Sudiartana, Damayanti Wisnu Putranti dan Budi Supriyanto sebagai tersangka suap. Dua kasus penyelahgunaan dana aspirasi tersebut sangat besar nilai nominalnya, baik dari jumlah anggaran proyek maupun fee yang diterima. Dalam kasus Damayanti, proyek yang diurus adalah pelebaran pembangunan Jalan Tehoru-Laimu Maluku Utara senilai Rp 41 miliar dengan fee yang diberikan oleh pengusaha pemenang tender sebesar Rp 3,2 miliar.

“Perjanjiannya kalau mulus maka Damayanti akan dapat delapan persen dari total proyek. Beberapa anggota DPR lain juga kecripatan dalam kasus ini,” ujar Apung.

Begitu pula pada kasus I Putu Sudiartana yang mengurus proyek senilai Rp 300 miliar untuk pembangunan jalan di Sumatera Barat. Sebagai awalan, fee diduga telah dicairkan Rp 3,28 miliar dari kurang lebih 7-8 persen total anggaran proyek.

“Dana aspirasi merupakan dana siluman yang harus segera diberantas karena sumber korupsi. Karena dana aspirasi biasanya mendompleng dana transfer ke daerah yakni Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Fisik Infrastruktur,” jelas Apung.

Dia menambahkan, APBN P 2016 sudah memuat dana transfer daerah dengan jumlah besar senilai Rp 276,3 triliun. Semua dana itu diduga didomplengi oleh banyak kepentingan. Jika rumus 7-8 persen untuk transaksi korupsi maka dalam satu tahun kira-kira Rp 22,8 triliun uang rakyat lenyap menjadi bancakan elit dan pengusaha.

“Dampaknya rakyat semakin menderita, jalan rusak, ekonomi daerah tidak maju,” demikian Apung.(ts/rmol)