Kerja DPR Masih Dinilai Nol

Menjelang 100 Hari DPR masih dinilai nol. Belum ada yang dihasilkan secara konkrit. Khususnya fungsi DPR yang memiliki hak legislasi (pembuat undang-undang), anggaran, dan melakukan kontrol (pengawasan) terhadap ekskutif. Dibawah kepemimpinan Marzuki Ali (Demokrat), DPR periode 2009-2014, belum mampu memuaskan aspirasi rakyat.

Ha ini disampaikan oleh Direktur Ekskutif Masyarakat Pemantau Kebijakan Ekskutif dan Legislatif (Majelis), Sugiyanto mengatakan, DPR selama tiga bulan ini, belum menunjukkan kerja apa-apa, selain fungsi kontrol. Selama tiga bulan sejak dilantik, belum ada langkah-langkah konkrit yang dapat memuaskan aspirasi rakyat,yang diwakilinya.

“Belum ada apa-apanya Dewan sekarang ini. Dari fungsi legislasi, mereka masih nol, belum ada satupun undang-undang yang sudah disahkan. Begitu juga dalam masalah anggaran”, ucap Sugianto. Fungsi yang baru digunakan Dewan sekarang ini, baru melakukan kontrol. DPR sedang melakukan pencintraan dengan adanya Pansus Century. “Nah, kalau Hak Angket itu tidak menghasilkan apa-apa, berarti tidak ada prestasi yang memuaskan dari mereka”, ucap Sugiyanto.

Memang, gejalanya dari kasus penanganan Bank Century dengan menggunakan Hak Angket itu, nampaknya Dewan sulit diharapkan akan dapat membuka kasusnya. Siapa sejatinya yang harus bertanggung jawab atas bailout dengan mengucurkan dana Rp 6,7 triliun.

Seperti diberitakan beberapa media yang ada, di mana Pansus Century, menjelang berakhirnya sidang-sidang yang sebelumnya penuh dengan gegap gempita, kini sudah nampak redup. Justru yang menonjol dikalangan anggota Pansus adalah semangat ‘koalisi’, yang kemungkinan hasil akhirnya, tak lain adalah mendukung dan membenarkan adanya kebijakan bailout kepada Bank Century Rp 6,7 triliun.

Ketika Pansus dibentuk dengan semangat menyelidiki mega skandal bailout Rp 6,7 triliun Bank Century. Sembila Fraksi yang ada di DPR, seperti bersepakat ingin membuka tabir kemelut Bank Century. Tetapi, semuanya kini, perlahan-lahan mulai pudar meredup, bersamaan dengan adanya ‘tekanan’, yang memang tidak ingin membuka kasus Bank Century ini, dan dikawatirkan akan berdampak politik secara luas.

Dalam kaitan ini, sebenarnya Pansus harus berdiri diatas kepentingan rakyat, dan menjunjung tinggi apa yang menjadi aspirasi dari rakyat, yang ingin mendapatkan keadilan, terkait dengan kasus Bank Century, yang sudah merugikan uang negara Rp 6,7 triliun. Tapi, prakteknya justru fraksi-fraksi, yang ada di DPR, lebih mengutamakan kepentingan ekskutif dibandingkan dengan kepentingan rakyat. Dengan ikatan ‘koalisi’, seperti menjadi suatu yang sangat mustahil, membuka secara transparan, dan membuat keputusan politik, yang akan memihak kepada kepentingan rakyat.

Menurut Sugiyanto, kegagalan menguak kasus Bank Century itu, menurutnya akan berakibat, semakin tidak percaya terhadap peran DPR. Kegagalan menguak kasus Bank Century, hanyalah akan membunyikan lonceng kematian bagi parlemen, yang menjadi tempat harapan rakyat untuk mendapatkan keadilan, seperti dalam kasus Bank Century. Tetapi, selama ini DPR sudah tidak peduli lagi dengan citranya.

Justru sampai hari ini DPR belum dapat menyimpulkan siapa yang bertanggung jawab atas kasus Bank Century, dan juga ke mana aliran dana dari Bank Century itu mengalir. Sampai hari ini sudah berlangsung pertemuan di DPR, antara Pansus dengan berbagai fihak yang mempunyai keterkaitan dengtan Bank Century. Tetapi, tetap saja mandeg. Apalagi, bersamaan dengan pernyataan dari Presiden SBY, yang secara terang-terangan telah membela kebijakan bailout. Dengan pernyataannya Presiden SBY, mengatakan, bahwa kebijakan tidak dapat dipidanakan atau dikriminalisasi.

Akankah DPR yang sudah diikat dengan  ‘koalisi’ itu,  dapat berperan yang menjadi aspirasi rakyat? Sebaliknya, DPR hanya menjadi stempel dari ekskutif, dan legitimasi kebijakan-kebijakan ekskutif, yang kadang-kadang tidak sejalan dengan aspirasi rakyat? Kalau begitu fungsi DPR hanyalah menjadi ‘ompong’. (m/mi/mrdk)

foto: vivanews