Keputusan PN Jakarta Pusat Tidak Sesuai dengan UUD 1945

Putusan PN Jakarta Pusat Bertentangan dengan UUD NRI 1945

Eramuslim.com – Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang mengabulkan gugatan Partai Prima dan menghukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda Pemilu adalah cacat hukum dan bertentangan dengan UUD NRI 1945.

Penegasan itu disampaikan Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Basarah, menyikapi polemik keputusan majelis hakim PN Jakpus, kepada wartawan, Jumat (3/3).

Dia berpendapat, gugatan Partai Prima seharusnya diselesaikan dengan UU Pemilu, bukan hukum perdata berupa perbuatan melawan hukum.

“Putusan pengadilan negeri yang meminta KPU menunda Pemilu jelas bertentangan dengan UUD NRI 1945 yang menyebutkan Pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Padahal hakim dalam memutus perkara juga harus berpedoman kepada UUD NRI 1945 sebagai hukum dasar tertinggi,” kata Ahmad Basarah.

Padahal, kata Ahmad Basarah, setelah dipelajari dan dicermati oleh Partai Prima, jenis dokumen yang sebelumnya dinyatakan TMS (tidak memenuhi syarat), ternyata juga dinyatakan memenuhi syarat oleh KPU, dan hanya ditemukan sebagian kecil permasalahan. Akibat kecerobohan itu, PN Jakpus menghukum KPU agar menunda Pemilu.

Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu juga menjelaskan, sengketa Pemilu pada dasarnya permasalahan yang tunduk pada lex spesialis (hukum yang bersifat khusus) tentang hukum Pemilu, dalam hal ini UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

“Partai Prima yang merasa dirugikan oleh verifikasi administrasi KPU hingga tidak lolos tahap verifikasi faktual, seharusnya merupakan sengketa proses Pemilu, yang diproses lewat upaya hukum ke PTUN,” tutupnya.

Seperti diberitakan, PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU. Partai itu merasa dirugikan KPU yang menetapkannya sebagai partai dengan status TMS dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.

PN Jakpus menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024, sejak putusan diucapkan, dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari,” bunyi putusan yang diketok ketua majelis, T Oyong, dengan anggota Bakri dan Dominggus Silaban itu.

[sumber: rmol]