Keputusan DPR menolak penggunaan usul hak angket dan interpelasi tentang impor beras mendapat kecaman dari Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI). Padahal, para petani berharap betul agar DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat mau mendengar aspirasi tersebut.
"Hal ini sangat disayangkan oleh petani, karena sesungguhnya kami menganggap wakil-wakil rakyat yang duduk dalam DPR adalah salah satu lembaga yang dapat menghentikan kebijakan impor beras ini," terang Sekretaris Jenderal FSPI Henry Saragih, Rabu (25/1) di Jakarta.
Dijelaskannya, semula DPR seolah-olah berpihak kepada rakyat, kemudian pada akhirnya berkhianat. “Kali ini hak angket untuk menyelidiki kasus impor beras digagalkan dengan skenario persekongkolan di dalam DPR," katanya.
Menurutnya, dengan ditolaknya hak angket menjadi semakin jelas bahwa impor beras sebesar 110.000 ton yang tidak beralasan akan dilegitimasi pemerintah. Pemerintah dan Bulog yang seharusnya bertanggung jawab atas kasus ini, bisa melakukan impor dengan tenang, sementara jutaan petani Indonesia dirugikan dengan kebijakan itu.
"DPR ternyata tidak mewakili suara rakyat, karena tidak dapat memahami akar masalah impor beras yang membunuh petani, bahkan ketika argumen stok dan harga beras sudah tidak relevan lagi. DPR juga tidak menyadari potensi konspirasi antara pada pedagang dan korporat dalam kasus ini, sehingga identifikasi masalah tidak terpecahkan dan malah terjerumus ke dalam klik-klik politik," paparnya.
Sementara itu, dua fraksi pengusul yang tetap konsisten mengajukan hak angket, F-PKS dan F-PDIP membentuk tim investitigasi impor beras. Tim ini akan menyelidiki adanya penyimpangan impor beras yang dilakukan Bulog. (dina)