Kepolisian akan tetap menjaga independensinya dalam menjalin hubungan dengan negara-negara donor didunia, menyusul penilaian dari kelompok masyarakat yang menganggap bahwa Polri khususnya Detasemen Khusus 88 Anti teror telah didanai dan membawa kepentingan Amerika Serikat dalam memberantas kegiatan terorisme di Indonesia.
"Saya pikir ini tidak fair, jika dukungan asing itu dihubungkan dengan Detasemen Khusus 88 Antiteror," ujar Wakil Kepala Kepolisian RI Komjen Polisi Adang Darajatun dalam jumpa pers menyambut Hari Bhayangkara ke 60, di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (29/6).
Menurutnya, dalam pembinaan personil Polri untuk menjadi lebih profesional, dukungan terhadap personil Polri tidak hanya berasal dari Amerika Serikat, saja tetapi juga negara lainnya seperti, Jepang dan Jerman.
Lebih lanjut Adang menyatakan, adanya bantuan dari negara-negara donor itu, tidak berarti dapat mempermudah negara pemberi bantuan untuk melakukan intervensi terhadap penegakan hukum di Indonesia.
"Kita sangat mendiri dalam konteks penegakan hukum, ketergantungan itu tidak ada dalam penegakan hukum di Republik ini," tandasnya.
Di tempat yang sama, Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri Komjen Pol. Makbul Padmanegara menegaskan bahwa Detasemen Khusus 88 Anti teror tidak pernah menerima dana untuk melakukan pemberantasan teroris dari Amerika Serikat, karena bantuan yang diberikan itu itu berupa pelatihan terhadap personil Polri, baik yang dilaksanakan di dalam maupun di luar negeri.
"Bantuan seperti itu bukan dari Amerika Serikat saja, tetapi juga negara-negara lain sperti Jepang, Australia, Korea bahkan dari Uni Eropa," jelasnya.
Ia membantah, jika dikatakan kepolisian telah menangkapi aktivis Islam, sebab selama ini yang diproses secara hukum adalah orang yang ditangkap karena cukup bukti melakukan tindak pidana terorisme.(novel)