Pemerintah ngotot akan tetap menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) untuk Rumah [R1] dan perusahaan, namun sampai hari ini Komisi VII DPR RI belum bisa menerima alasan-alasan pemerintah, karena belum menyebutkan tingkat efisiensi yang dilakukan PLN. Karena beban masyarakat akibat kenaikan TDL akan makin berat pasca kenaikan BBM belum lama ini.
Demikian disampaikan anggota Komisi VII FKB DPR RI Ali Mubarok dan Ali Mudlori pada wartawan di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (23/1) seusai rapat tertutup dengan Komisi VII DPR bersama Tim Teknis yang membahas kenaikan TDL dan PLN.
Hadir dalam rapat itu, antara lain, Deputi Menneg BUMN bidang Pertambangan, Industri Strategis Energi dan Telekomunikasi Roes Aryawijaya, Dirjen Listrik dan Energi Primer Depertemen ESDM Yogo Pratomo, Dirut PLN Eddie Widiono, termasuk Direktur pembangkit dan energi primer PLN Ali Herman, Direktur Pemasaran dan Niaga PLN Sunggu Aritonang.
Selama ini, menurut Ali Mudlori, pemerintah sudah memberikan subsidi kepada PT PLN sebesar Rp 15 triliun, tapi ternyata PLN meminta tambahan lagi sekitar Rp 30 triliun. Mungkin, karena pemerintah tidak menyubsidi seratus persen, maka PLN tetap ngotot akan menaikkan TDL tersebut. Padahal kalau berbicara alur-ilang, itu kerugian yang harus ditanggung pemerintah sendiri.
Ia menambahkan, jika kenaikan itu diberlakukan antara 15 persen hingga 45 persen, maka akan membuka terjadinya PHK (pemutusan hubungan kerja) cukup besar dari perusahaan-perusahaan yang tidak mampu lagi membayar biaya listrik. Diperkirakan tingkat pengangguran dari 40 juta orang pada tahun lalu, akan bertambah 10,25 juta sehingga menjadi 60, 25 juta pengangguran pada tahun 2006 ini dan ini akan menjadi problem sosial di dalam negeri.
Sementara itu Direktur Pembangkit dan Energi Primer PLN Ali Herman yang dikabarkan akan ditangkap Mabes Polri pada Senin (23/1) kemarin, ternyata menghadiri rapat tertutup di Komisi VII DPR RI. Dia disangka terlibat korupsi pengadaan mesin PLTG Borang, Sumatera Selatan.
Rapat tertutup dengan PT PLN yang dipimpin oleh Ketua Komisi VII DPR RI Agusman Effendy itu, diwarnai aksi demonstrasi mahasiswa dan masyarakat yang menolak kenaikan tarif listrik dan korban Sutet. Dalam aksi tersebut terjadi dorong-dorongan antara demosntran dan aparat pengamanan dalam (Pamdal) DPR sehingga berakhir ricuh dan mengakibatkan kaca pintu masuk ke Gedung Nusantara I DPR RI tempat Komisi VII rapat pecah.
Setelah mereka berhasil menerobos masuk, 4 warga Ciseeng, Bogor yang dijahit mulutnya sebagai protes menuntut ganti rugi lahan mereka akibat terkena jalur Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), juga terus melakukan aksinya. (dina)