Menteri Agama, Suryadharma Ali mengakui, kondisi anak-anak Indonesia masih memprihatinkan. Profil Anak Indonesia 2011 menunjukan: masih ada 8,12 % anak-anak usia 5-17 tahun tidak sekolah. Bahkan sekitar 9,30 % anak Indonesia belum pernah merasakan pendidikan.
Anak-anak juga masih saja mengalami aneka tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Dan ini menunjukan, bahwa isu tentang anak-anak Indonesia yang menjadi konsesus nasional belum direalisasi sepenuh hati.
Meski demikian, di sisi lain,lanjutnya,perhatian sejumlah komponen bangsa ini terhadap anak-anak Indonesia sudah nampak. Bahkan kalangan perusahaan ikut serta. Sejauh ini misalnya, kalangan pengusaha membentuk Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia (APSAI), untuk memperteguh perlindungan dan pemenuhan hak-hak terhadap anak.
Perhatian sejumlah komponen bangsa terhadap anak Indonesia memang tengah menggeliat. Apalagi bermunculannya siswa-siswa Indonesia yang dipandang dunia. Di bidang sains dan teknologi misalnya, anak-anak dari tingkat Madrasah Ibtidaiyah/SD sampai Madrasah Aliyah/SMU, menjadi jawara perlombaan bidang tersebut di kancah global.
Sadar bahwa ukuran kemajuan sebuah negeri bukanlah pada hasil, tapi pada proses dan progres yang ada, maka prestasi anak-anak yang sudah ada tersebut membutuhkan konsesus yang lebih serius lagi, agar mampu memompa semangat Indonesia menuju prestasi yang lebih besar.Dan sambil membenahi kekurangan dan kesalahan pengelolaan yang ada, jangan sampai terulang.
Dalam rangka memompa semangat itulah, Kementerian Agama (Kemenag) selaku panitia penyelenggara peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang ditunjuk oleh Menkokesra (Surat Nomor: B.19/MENKO/ KESRA/I/2011 tanggal 19 Januari 2011), menyerukan kepada semua komponen bangsa ini untuk memperteguh kembali konsesus nasional tentang anak-anak Indonesia.
Menurut Amin Haedari, Direktur Pendidikan Agama Islam, prestasi anak-anak Indonesia yang sudah ada tersebut, meskipun belum sampai pada posisi puncak, setidaknya hal itu menunjukan bahwa Indonesia tak sesuram yang kita bayang.
Karena itulah menurut Amin Haedari, HAN mereflleksikan berbagai upaya seluruh komponen bangsa ini yang sudah ada ini untuk lebih sensitif lagi dalam menjamin hak-hak anak tanpa diskriminasi sebagaimana amanat UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Hak-hak tersebut antara lain: pelayanan pendidikan dan pengajaran; pelayanan kesehatan; jaminan sosial; dan pelayanan anak memperoleh hak beragama secara baik dan benar.
“Perlu keterlibatan seluruh komponen bangsa dalam memenuhi hak-hak ini. Tidak hanya pemerintah, kelompok masyarakat, institusi swasta, dan sebagainya. Tetapi juga institusi keluarga. Karena para orang tua lah lingkungan paling dekat yang menjangkau anak-anak,” gugahnya.
Gebyar HAN di TMII
Peringatan HAN Indonesia jatuh setiap 23 Juli. Sebelumnya, peringatan HAN pada 23 Juli sudah digelar di kantor Kementerian Agama. Berupa tasyakuran dengan mengundang 200 anak yatim piatu dan anak berkebutuhan khusus. Acara itu ditutup dengan buka puasa bersama.
Puncak peringatannya berupa Gebyar HAN, diselenggarakan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, 29/8/2012, setelah sempat tertunda satu bulan lebih. Pasalnya, anak-anak sekolah sebelumnya masih menghadapi Ujian Nasional. Lalu berlanjut liburan sekolah pada bulan suci Ramadhan, sampai pertengahan Agustus 2012.
“Jika penyelenggaraan gebyar HAN dipaksakan saat itu, kita khawatir akan menganggu aktivitas anak-anak, terutama puasanya,” ucap Amin Haedari, yang juga bertindak selaku Penanggung Jawab Gebyar HAN tersebut.
Karena dihadiri oleh ribuan anak-anak, maka Gebyar HAN ini menyuguhkan acara edutainment (hiburan yang mendidik), digelar di dua termin. Yakni di indoor Teater Keos Mas TMII, yang diawali sambutan dari Menteri Agama, Suryadharma Ali, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Lalu dilanjutkan dengan Kabaret Pelangi Nusantara, Tari-tarian Anak Bangsa (tarian medley) dari seluruh provinsi; diakhiri dengan Do’a Anak Indonesia untuk Negeri.
Adapun di out door digelar di arena parkir Teater Keong Mas TMII, dimeriahkan dengan Dongeng untuk Anak Indonesia, disampaikan tokoh Pak Raden (si Unyil); Dialog Guru Bangsa Negeri Impian, dipandu oleh komedian Gus Pur dan Habudi; dan ditutup dengan performace Grup Band Wali.
Seriusi Hak Anak
Dari serangkaian acara edutainment itulah Menteri Agama, Suryadharma Ali, berharap agar setiap anak Indonesia dapat merasakan makna HAN. Kepada komponen bangsa, terutama para orang tua, ia menyerukan untuk lebih peduli lagi memberikan kasih sayang, keteladanan, yang dilandasi oleh nilai-nilai luhur agama.
“Kita tahu anak itu amanah Allah. Dan yang namanya amanah itu harus kita tunaikan bersama. Jadi ayo, kita bereskan hak-hak anak. Nah, Hari Anak Nasional sebagai refleksi kita semua dalam memberikan pelayanan terbaik untuk anak-anak Indonesia,” imbuhnya.
Menurutnya, satu anak di negeri ini sangat berarti. Mengabaikan satu jiwa, itu mengabaikan masa depan bangsa. “Orang bijak berkata, bila anak dibesarkan dengan emosi, maka dia belajar berkelahi; bila anak dibesarkan dengan caci maki, maka dia belajar rendah diri; bila anak dibesarkan dengan motivasi, maka dia belajar percaya diri; dan bila anak dibesarkan dengan kasih sayang, maka dia belajar menemukan cita sejati,” papar Suryadharma Ali.***