Kembalinya Beberapa Pasal UU Ciptaker yang ‘Sempat Hilang’

“Saya jamin, sesuai sumpah jabatan saya dan seluruh rekan (anggota DPR RI) yang ada di sini, tentu kami tidak berani dan tidak akan memasukkan selundupan pasal,” kata Azis.

Azis mengatakan penambahan apa pun yang dimasukkan dalam draf UU Ciptaker yang telah diketuk palu pada Rapat Paripurna DPR merupakan tindak pidana.

“Itu merupakan tindak pidana, apabila ada selundupan pasal,” kata Azis.

Ihwal adanya beberapa versi draf UU Ciptaker dengan jumlah halaman berbeda, Azis menjelaskan, hal itu terjadi karena adanya perbedaan jenis kertas yang digunakan oleh Baleg DPR dalam mengetik undang-undang tersebut.

“Proses pengetikannya di Kesetjenan (DPR) menggunakan legal paper yang sudah menjadi syarat ketentuan-ketentuan dalam undang-undang. Sehingga besar tipisnya yang berkembang di masyarakat ada 1.000 sekian, 900 sekian,” ujar Azis.

Selain itu, kata Azis juga ada perbaikan dari format penulisan, seperti jenis huruf, spasi, hingga margin. Namun ditegaskannya, tidak ada substansi yang diubah selama penyempurnaan UU Ciptaker yang dilakukan selama sepekan terakhir.

“Mengenai jumlah halaman, itu adalah mekanisme pengetikan dan editing tentang kualitas dan besarnya kertas yang diketik. Proses yang dilakukan di Baleg itu menggunakan kertas biasa,” ujar Azis.

Sehingga, naskah final UU Ciptaker yang benar adalah berjumlah 812 halaman. Adapun rencananya, naskah yang sudah final tersebut akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo pada Rabu (14/10).

Kepala Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Oce Madril menilai, UU Ciptaker memiliki kecacatan baik secara formil maupun materiil. Oce mengatakan, proses pembentukan UU Ciptaker selama ini berlangsung cepat, tertutup dan minim partisipasi publik. Dalam penyusunannya, publik kesulitan memberikan masukan karena akses ke draf RUU Cipta Kerja tertutup. (Rol)

oleh Febrianto Adi Saputro, Nawir Arsyad Akbar, Antara