Kelompok Feminisme dan Liberalisme kini kian gencar merusak Al-Quran, agar umat Islam tidak mengamalkan dengan benar ajaran kitab suci yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW itu.
"Kehadiran Al-Quran akhirnya tinggal rasap-nya saja yang ada, tetapi hakikat pengamalan Al-Quran terdistorsi oleh mereka-mereka yang sebenarnya mempergunakan Al-Quran, "kata Ketua MPR RI Hidayat Nurwahid saat memberi pengarahan dalam Acara Multaqoh Amal Qur’ani Nasional, di Ciloto, Jawa Barat.
Ia menuturkan, dalam sebuah forum seorang aktivis feminis Indonesia, dengan lantang mengatakan Al-Quran ini sangat bias gender, dan berkepentingan pada laki-laki, dia mempermasalahkan kata "Qul Huwallah hu ahad", huwa itukan kata ganti untuk laki-laki, kenapa tidak Qul hiya.
"saya sampaikan pandangan saya apakah bahasa Al-Quran itu terkait dengan jenis kelamin, jelas itu tidak benar, "ungkapnya.
Hidayat menilai, kelompok yang berpandangan demikian menginginkan umat Islam menjadi ragu dengan kebenaran ayat-ayat Al-Quran, karena mereka ingin membenarkan apa yang mereka perjuangkan sendiri.
Namun, lanjutnya, di tengah fenomena yang mengkhawatirkan itu, semangat Al-Quran ternyata muncul pada anak sebelum masuk Sekolah Dasar, di usia belia itu mereka mempunyai semangat untuk menjadi penghafal Al-Quran, dan secara internasional itu sudah didukung oleh gerakan Multaqo Al-Quran.
"Kondisi seperti itu, harus dimaksimalkan. Sebab gerakan untuk membuat Al-Quran tidak lagi menjadi sesuatu yang dihargai atau eksis, itu sangat luar biasa, "imbuhnya.
Pendidikan Al-Quran Diminati Malaysia
Di tempat yang sama, Perwakilan Lembaga Tahfizh Al-Quran Al-Manar Malaysia Ustadz Yaakob Wan Harun mengatakan, semangat Al-Qur’ani ini juga dialami oleh umat Islam di negara jiran tersebut, hal itu dibuktikan dengan semakin tingginya animo masyarakat untuk mendirikan lembaga tahfizh Al-Quran.
"Ibarat goreng pisang panas, yang puasa atau tak puasa pasti meleleh air liur, ini bermula antara 12-13 tahun yang lalu, " ujarnya dalam logat Malaysia.
Ia menyatakan, para penghafal Al-Quran diberikan penghargaan yang tinggi oleh negara Malaysia, melihat kepercayaan itu maka sekolah pendidikan Al-Quran senantiasa untuk berupaya meningkatkan kualitas para lulusannya.
Yakoob mengaku, telah membicarakan upaya peningkatan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi lembaga pendidikan Al-Quran dengan negara lainnya seperti Kamboja, Filipina, dan Thailand, dan saat ini dengan Indonesia. Untuk ke depan, Ia mengusulkan, agar dibentuk badan khusus yang berperan meningkatkan kualitas lulusan dan mengatasi hambatan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Al-Quran yang menjangkau kawasan Asia Pasific.(novel)