Kekuasaan itu Tak Kenal Agama

Hal ini terjadi di Indonesia. Musim pemilu, ulama, kiai, ustaz, pendeta, dan tokoh-tokoh agama laris dan banjir proyek. Kontrak kampanye bertebaran. Selesai kampanye, the end.

Sebaliknya, jika di negara di mana pemilihnya antiagama, maka isu agama dijadikan sebagai common enemy. Musuh bersama. Bukan karena calon penguasa tidak suka dan benci terhadap agama tertentu.

Tidak! Tapi lebih pada upaya mendapatkan simpati dan dukungan pemilih yang phobia terhadap agama itu. Only that.

Di Amerika, Australia, Prancis, dan beberapa negara Eropa lainnya, kampanye anti Islam seringkali muncul saat pemilu. Bukan karena calon presiden atau perdana menteri enggak suka sama Islam.

Tapi ini semua dilakukan untuk mengambil suara dari kantong pemilih yang anti dan phobia terhadap Islam. Setelah jadi presiden, mereka tidak benar-benar memusuhi Islam.

Meski terkadang memang ada yang benci terhadap Islam. Ini cenderung sebagai oknum dan lebih bersifat kasuistik. Tidak bisa digeneralisir.

Sebab dalam politik, kepentingan umumnya menetralisir hal-hal yang berkaitan dengan perasaan personal, termasuk rasa suka dan kebencian. Banyak orang mati rasa ketika jadi pemimpin.