Kejar Setoran, Sri Mulyani Hitung Kewajiban Pajak Dari Gaya Hidup Seseorang

Pemeriksaan terhadap WP yang sudah menyelenggarakan pembukuan dengan baik tetap dimungkinkan untuk melakukan pengujian-pengujian terhadap pelaporannya. Dia pun mempertanyakan lambannya Kemenkeu mengejar wajib pajak kelas kakap. WP ini kata dia seakan dibiarkan begitu saja meskipun data-data mereka sudah terpublikasikan.

“Nanti malah ada (WP kelas kakap) yang sempat berganti kewarganegaraan, belum lagi kejelasan atas ribuan status WP yang masuk dalam keranjang pemeriksaan,” tandasnya.

Yang benar menurut dia, harusnya ada integrasi antara Kemenkeu yang dipimpin Sri Mulyani dengan penegak hukum, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan keimigarasian.

“Namun yang terjadi malah mengejar WP UMKM, sementara PP 46/2013 tentang penghasilan bruto yang mengarah ke UMKM beleid dan menimbulkan distorsi lantaran tak mendefinisikan sasaran calon kena pajak sesuai dengan undang-undang (UU) UMKM,” terangnya.

Lebih lanjut kata anak buah Prabowo Subianto ini, UMKM di Indonesia mencapai 57 juta. Hanya saja mereka tidak terdata secara terintegrasi sehingga menyulitkan kontrol dan pengukuran yang lebih valid. Karenanya perlu dibangun database UKM yang terintegrasi dan kredibel, agar tidak menyulitkan rakyat dan UMKM.

“Sebab itu, sekali lagi, tak ada alasan bagi fiksus untuk menetapkan langsung omzet peredaran bruto karena alasan pembukuan yang tidak layak. Solusinya sebetulnya sederhana saja: surati WP yang bersangkutan lalu bikin perbandingan data. Adu data. Bukan tiba-tiba langsung menghitung dengan caranya sendiri. Itu tidak arif. Kalaupun terdesak, paling juga jawabannya; DJP sifatnya operasional, menjalankan kebijakan yang diambil,” pungkas Heri. (Rmol/Ram)