Kejaksaan Agung belum akan mengambil tindakan tegas terhadap pendiri aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah, karena masih akan menunggu keputusan Badan Koordinasi Penganut Aliran Kepercayaan Masyarkat (Bakorpakem).
"Soal aliran Al-Qiyadah tentunya kalau itu diharamkan oleh MUI itu harus masuk ke Bakorpakem di wilayah setempat. Sejauh Bakorpakem itu memutuskan dilarang atau tidak, maka kejaksaan akan mengeluarkan keputusan apakah aliran itu dilarang atau tidak, setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden, "ujar Jaksa Agung Hendarman Supandji usai Rakor Polhukam, di Kantor Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta, (25/10).
Menurutnya, ketentuan itu sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1995 mengenai prosedur penentuan aliran sesat.
Lebih lanjut Hendarman mengatakan, adapun proses untuk mengeluarkan keputusan pelarangan terhadap keberadaan aliran yang dinilai meresahkan sebagian umat Islam itu, dimulai dengan melakukan pembahasan dalam rapat yang diadakan oleh Bakorpakem di wilayah setempat, dan hasilnya lalu diserahkan kepada pihak kejaksaan negeri setempat.
"Hasil dari rapat itu yang dikirimkan ke Kejaksaan Agung, setelah ada putusan dari presiden bahwa itu sesat, maka akan masuk pasal penindakan yang diatur oleh UU dan KUHP pasal 456 huruf A yang ancamannya 5 tahun penjara, "jelasnya.
Seperti diketahui, Aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah didirikan oleh Ahmad Moshaddeq alias H Salam sejak 23 Juli 2006. Ia mengaku, mendapat wahyu dari Allah dan mengaku sebagai Rasul menggantikan posisi Muhammad SAW setelah bertapa selama 40 hari 40 malam.
Selain itu, aliran baru ini tidak mewajibkan shalat, puasa dan haji, karena pada abad ini masih dianggap tahap perkembangan Islam awal sebelum akhirnya terbentuk Khilafah Islamiyah. Aliran tersebut juga mengenal penebusan dosa dengan menyerahkan sejumlah uang kepada al-Masih al-Mau`ud. (novel)