Kejaksaan Tinggi diminta untuk tidak gegabah menetapkan tersangka kasus tindak pidana korupsi, dengan hanya mengandalkan laporan dari surat kaleng ataupun SMS.
"Kita sudah memerintahkan kepada para Kajati agar melakukan pemeriksaan dalam tindak pidana korupsi itu harus berhati-hati, jangan gegabah atau terburu-buru menetapkan seseorang sebagai tersangka, tetapi rumuskan dulu perbuatan melanggar hukumnya, dan apakah ada kerugian negara, " kata Jaksa Agung Hendarman Supandji usai menandatangani MoU dengan Badan Pemeriksa Keuangan, di Auditorium BPK, Jakarta, Rabu (25/7).
Menurutnya, koordinasi antara Kejaksaan dengan auditor BPK harus ditingkatkan, karena kerap ada kesulitan dalam menetukan kerugian negara dalam setiap kasus korupsi.
"Jangan berdiri sendiri, kadang-kadang kejaksaan menetapkan perbuatan belum ada kerugian negaranya, saya sudah memerintahkan pada Jampidsus dan Jamwas apabila terjadi seperti itu, segera lakukan eksaminasi atau ujian terhadap jaksa-jaksa yang menangani perkara tidak secara profesional, " tandasnya.
Lebih lanjut Hendarman mengatakan, eksaminasi ini sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan, hal ini diperlukan untuk meminimalisir penyalahgunaan yang dilakukan oleh para jaksa.
Ia menambahkan, para auditor Badan Pemeriksa Keuangan juga harus melakukan gelar perkara bersama, jika menemukan perbuatan yang merugikan negara.
Sementara itu, Ketua BPK Anwar Nasution menolak, apabila hasil auditnya dituding menghambat pembangunan daerah, sebab upaya yang dilakukannya itu untuk meluruskan penyelewengan dalam pengadaan barang pada beberapa proyek didaerah.
"Saya kira ini salah satu bagian publik opini yang salah, dikatakan makin gencarnya BPK melakukan pemeriksaan, pembangunan daerah terhambat, itu bohong, "cetusnya.(novel)