Kejaksaan Agung memberi kesempatan Gunawan Santoso, terpidana mati dalam kasus pembunuhan Direktur PT Asaba, Boedyharto Angsono untuk mengajukan grasi dan peninjauan kembali (PK).
"Kalau sudah inkraacht (keputusan yang memiliki kekuatan hukum tetap) bisa dieksekusi, tapi kan ini hukuman mati, karena itu dia diberikan untuk mengajukan PK dan grasi untuk pengampunan, tapi kalau dua hal itu ditolak oleh MA baru akan dilakukan eksekusi hukuman mati, ” ujar Jaksa Agung Hendarman Supandji, di Gedung BPK, Jakarta, Rabu (25/7).
Menurutnya, kesempatan yang diberikan oleh Kejaksaan itu, untuk mengantisipasi kemungkinan adanya bukti- bukti baru yang mampu meringankan hukuman mati terhadap Gunawan. "Ini kan hukuman mati, kalau nanti dia mati tapi ternyata ada hal-hal baru lalu bagaimana, " ujarnya.
Ketika ditanya tentang penolakan PK terhadap pelaku kasus bom Bali I, Hendarman menjelaskan ada perbedaan kasus hukuman mati yang dijatuhkan terhadap Gunawan Santoso dengan kasus hukuman mati terhadap pelaku bom Bali I, Amrozi.
Mengenai waktu pelaksanaan eksekusi ataupun pemindahan Gunawan ke Nusakambangan, ia menyatakan bahwa hal itu merupakan kewenangan Departemen Hukum dan HAM.
"Itu urusan Departemen Kehakiman, Kejaksaan hanya mengurusi eksekusi, tunggu saja eksekusinya, " imbuhnya.
Seperti diketahui, setelah vonis hukuman mati Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Gunawan sempat melarikan diri ke Singapura. Saat ini LP Cipinang memperketat penjagaan dengan menambah tebal tembok untuk mencegah agar terpidana mati pembunuh Direktur PT Asaba ini tidak melarikan diri lagi. Berbagai kalangan, termasuk Anggota DPR mendesak agar pelaksanaan eksekusi mati dilakukan secepatnya.(novel)