Kejaksaan Agung mengancam hukuman pidana terhadap pengedar film "Fitna" melalui internet, sebab secara tegas pemerintah sudah dilarang peredaran film anti Islam itu.
"Kalau ada pelaku orang Indonesia yang ingin mencoba untuk mengedarkan film itu, nanti kita akan proses secara hukum, " tegas Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin, di Gedung Kejaksaan Agung, Selasa(1/4).
Menurutnya, para pengedar itu akan dijerat ancaman pasal 156a KUHP tentang penodaan terhadap agama, seperti kasus penghinaan agama lainnya.
Muchtar mengatakan, pemerintah sudah melakukan langkah-langkah untuk memperkecil dampak pemutaran film karya anggota parlemen Belanda itu, melalui sikap yang telah disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet Senin(31/3) malam.
Namun demikian, Muchtar mengatakan Kejaksaan Agung tidak mempunyai aturan hukum untuk menuntut pelaku pembuat film karena pelaku adalah warga negara Belanda.
"Kalau secara hukum, kami tidak punya yuridiksi karena tempus delicti (Waktu kejadian) dan logos delicti (tempat kejadian) ada di Belanda, subjeknya warga negara Belanda, dan tidak mungkin kita perlakukan hukum kita, " jelasnya.
Ia berharap, agar tidak ada pihak yang sengaja membawa masuk film itu ke Indonesia. "Yang mungkin kami lakukan sekarang adalah bagaimana mencegah agar film itu bisa beredar di Indonesia maka akses internet harus dilakukan pemblokiran secepat mungkin, " pungkasnya.
Secara terpisah, Pemerintah Belanda menyatakan berada di pihak yang sama dengan para penentang beredarnya film Fitna yang dibuat anggota parlemen Belanda, Geert Wilders.
"Kita dipihak yang sama, kita tidak mau film Fitna, " ujar Dubes Belanda untuk Indonesia Nicolas van Dam, saat jumpa pers di Kedubes Kerajaan Belanda, Jakarta.
Saat ini, lanjut dia, pemerintah Negeri Kincir Angin tengah menyelidiki apakah tindakan pembuat film Fitna yang juga sebagai anggota parlemen Belanda Geert Wilders merupakan tindakan kriminal atau tidak. (novel/dtok)