Kecenderungan meningkatnya perokok pemula ikut mencemaskan Anggota Komisi Anak DPR DH Al-Yusni. Diakui Al-Yusni bahwa semua pihak ikut bertanggung jawab atas meningkatnya perokok pemula itu. ”Saya kira semua stake holder ikut bersaham dalam masalah rokok pemula ini, terutama DPR dan pemerintah yang sampai saat ini belum bisa mengendalikan rokok lewat perundang-undangan, ” papar politisi FPKS itu usai melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia di Gedung DPR.
Dituturkan Al-Yusni bahwa prestasi SBY terkait pengendalian rokok melalui Peraturan Pemerintah sama sekali tidak ada. ”Terlepas apakah aturan itu sudah maksimal atau bahkan menurun secara kualitas, tapi era SBY praktis tak mengeluarkan aturan apapun terkait (pengendalian) rokok. Singkatnya nol besar, ” kritik dia.
Pria dari fraksi yang semuanya anggotanya tak satu pun perokok itu menjelaskan, niat baik pengendalian rokok dimulai di era Habibie dengan terbitnya PP 81/1999. Lalu di era Gus Dur terbit PP 38/2000. Akhirnya di era Megawati terbit PP 19/2003. “Jelas era-era pemerintahan sebelumnya setidaknya punya perhatian atas masalah rokok. Tapi di era SBY diam-diam saja, ” ujar dia.
Lebih lanjut Al-Yusni mengakui bahwa secara kualitas PP yang ada masih jauh dari harapan. “PP yang ada lebih memihak produsen rokok ketimbang masyarakat luas. Bahkan di PP itu tidak ada aturan yang betul-betul melindungi anak-anak dari bahaya rokok, ” ungkap dia. Al-Yusni menyadari bahwa masalah rokok tidak berdiri sendiri.
“Di sana ada kepentingan ekeonomi. Penyerap tenaga kerja. Kita juga tahu rokok menyumbang sekitar 5 persen APBN. Tapi juga harus mempertimbangkan ongkos kerugian material dan sosial akibat rokok, ” pinta dia. Untuk mengatasi masalah rokok, imbuh dia, pemerintah, DPR, media dan seluruh stake holder harus mempunyai komitmen kuat untuk mengendalikan dampak buruk akibat rokok. ”Tanpa komitmen yang kuat, masalah rokok sampai kapan pun tak akan pernah selesai, ” pungkas dia.(nvl)