Keberadaan Ahmadiyah di Indonesia, Diputuskan Pada 15 April

Setelah melakukan pemantauan selama tiga bulan, keberadaan aliran Ahmadiyah di Indonesia akan diputuskan dalam rapat Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem), di Kejaksaan Agung 15 April 2008. Dari hasil pemantauan pelaksanaan 12 butir kesepakatan yang dibuat oleh pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), dalam pelaksanaannya banyak dilanggar.

"Laporan semua daerah, ada indikasi poin-poin penjelasan pokok tentang aliran itu, tidak dilaksanakan secara konsisten dan tidak sesuai pernyataan, " ujar Jaksa Agung Muda Intelijen yang juga Wakil Ketua Bakorpakem Kejaksaan Agung Wisnu Subroto, di Jakarta, Rabu (9/4).

Meski demikian, Ia tidak memastikan apakah Ahmadiyah akan dibekukan sebagai ajaran yang dilarang. Sebab, keputusan pelarangan Ahmadiyah masih menunggu hasil rapat koordinasi pekan depan.

"Kita tunggu rapat koordinasi dulu. Pada prinsipnya, Kejaksaan Agung sudah setuju, tapi sekarang ada di tangan Departemen Agama (Depag). Depag akan mengadakan proses dialog. Kalau tidak mencapai jalan keluar maka Depag mengajukan surat ke presiden untuk melarang Ahmadiyah, " ujarnya.

Mengenai poin yang banyak dilanggar Ahmadiyah, Wisnu hanya mengatakan masih harus dikoordinasikan kembali, sebelum disampaikan kepada publik. Namun, tambahnya, apabila indikasi itu terbukti maka Bakorpakem akan mengeluarkan larangan terhadap Ahmadiyah.

Seperti diketahui pokok penjelasan 12 butir ituberisi pokok-pokok penjelaan tentang ajaran anatara lain, Ahmadiyah tidak ubahnya dengan umat Islam yang lain meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW nabi terakhir, pengikut Ahmadiyah juga mengucap dua kalimat syahadat, dan hanya meyakini Mirza Ghulam Ahmad hanya seorang guru, pembawa berita dan pendiri Ahmadiyah yang memperkuat syiar yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, meyakini tidak ada wahyu syariat setelah Alquran.

Selain itu, JAI berjanji akan membaur dengan umat Islam lainnya dalam menjalankan ibadah, serta akan menjalin hubungan ukhuwah Islamiyah. (novel)