Direktur Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Chalid Muhammad menyatakan, asap di sejumlah propinsi mencapai titik konsentrasi tertinggi. Jarak pandang tidak lebih dari 300 meter, di beberapa tempat tidak lebih dari 100 meter.
Parahnya, katanya, upaya pemerintah menangani masalah ini tidak memberikan dampak yang berarti, bahkan di beberapa tempat pemerintah tidak menjalankan upaya apapun untuk melakukan pemadaman selain menyiapkan sejumlah pemadam dalam jumlah yang sangat kecil.
“Meskipun sejak sebulan yang lalu Pemerintah berjanji akan mengerahkan 500 orang tentara dan ratusan peralatan pemadam kebakaran ke sejumlah tempat namun fakta dilapangan janji tinggal janji,” ujar Muhammad Chalid kepada pers di Jakarta, Senin (16/10).
Ia mengungkapkan, di Kalimantan Tengah tercatat hanya ada tiga orang tentara dan lima orang dari Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Pusdakarhutla) dengan masing-masing menggunakan satu buah pemompa air merk Robin yang sudah berkarat, selang 40 meter dan 7 buah penyemprot yang biasa digunakan petani untuk menyemprot hama.
Di Kalimantan Selatan jumlahnya agak sedikit lebih dengan tujuh orang tentara dan peralatan yang seadanya. Hal serupa ditemukan di Riau dan di Sumatera Selatan. Di Riau malah justru etos kerjanya dipertanyakan.
“Asap yang masih ada ditinggalkan begitu saja oleh team dari Pusdakarhutla dengan alasan agar esok hari masih bisa bekerja. Sampai di sini kesan pemerintah dengan tidak berbuat apa-apa semakin jelas,” kritik Chalid.
Menurutnya, kendati Pemerintah berjanji untuk mengalokasikan 100 juta rupiah yang diambi dari dana sisa APBN untuk membuat bom air dan hujan buatan, WALHI menganggap ini adalah pekerjaan yang sia-sia.
Hal ini dikarenakan titik api yang ada tidak lagi berada di atas permukaan. “Api berada tiga meter di dalam tanah dikarenakan kawasan yang terbakar dan menimbulkan asap dalam jumlah besar saat ini adalah di lahan-lahan gambut,” imbuh dia. (dina)