Berbagai kritik rakyat tak membuat surut niat para anggota DPR melakukan studi banding. Kali ini, Badan Kehormatan (BK) pun bersikukuh pergi melakukan studi banding ke Yunani untuk mempelajari etika parlemen. Entah etika apa yang akan dipelajarinya.
Kunjungan ke luar negeri itu rencananya akan diikuti delapan anggota BK DPR. Mereka yang akan pergi ke Yunani itu, Nudirman Munir dan Chairuman Harahap dari Golkar, Salim Mengga dan Darizal Basir dari Fraksi Partai Demokrat, Anshory Siregar dari Fraksi PKS, Usman Djafar dari PPP, dan Ali Maschan Moesa dari PKB. Mereka akan dijadwalkan akan berangkat 23 Oktober, dan berada di Yunani hampir sepekan. Sementara itu, biaya melakukan studi banding, tak sedikit, mencapai Rp 2,2 miliar. Anggaran yang digunakan studi banding tahun ini jumlahnya seluruh mencapai Rp 107 miliar.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR dari PKS, Anis Matta, menegaskan : "Permintaan untuk keluar negeri semua diterima, dan izin kita berikan", tandasnya.
Wakil Ketua BK DPR Nudirman Munir, Selasa (20/10) di Jakarta,menjelaskan, Yunani dipilih , karena merupakan negara tertua yang menerapkan demokrasi, termasuk dalam sistem kelembagaan negara. Lawatan mereka dimaksudkan untuk melihat aturan yang menyangkut etika parlemen. “Mereka sudah lama membentuk BK, sejak zaman kuno. Zaman itu sudah ada senator. Kami ingin tahu tentang tata beracara dan etika. Itu tidak bisa dibuka di internet, harus melihat langsung”, ujar Nudirman.
Namun, dilain pihak Ketua BK Gayus Lumbuun, menegaskan tidak sepakat dengan lawatan ke Yunani. Menurut Gayus, BK tak perlu ke Yunani untuk mengetahui etika serta hukum acara di parlemen Yunani. Pengetahuan itu bisa didapat dengan bertanya kepada Kedutaan Besar Yunani di Indoneisa, ujar Gayus. Pernyataan Ketua BK itu, dibenarkan oleh Ronald Rofiandri, dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK). “Keputusan BK sangat mengecewakan. Ini erosi kredibelitas. Sebenarnya, yang membuat kredib elitas turun itu anggota DPR sendiri”, ujarnya.
Anggota DPR yang gajinya sudah lebih dari Rp 60 juta dengan berbagai tunjangan, dan tak menampakkan komitmennya yang sungguh-sungguh terhadap nasib rakyat. Hal ini nampak dengan berbagai kasus termasuk renovasi rumah jabatan DPR di Kalibata, yang bernilai Rp 445 miliar. Belum lagi negara harus membiayai kontrak rumah para anggota DPR yang mencapai Rp 12,375 miliar. Karena setiap bulannya anggota DPR mendapatkan uang untuk kontrak rumah senilai Rp 12,5 tiap bulannya.
DPR belum lama ini juga membuat kontroversi dengan keinginannya untuk membangun gedung baru, yang nilainya mencapai Rp 1,6 triliun. Belum lagi keinginan mereka yang menginginkan dana untuk kostituen, yang diusulkan rata-rata Rp 1,5 miliar per-anggota.
Inilah beban-beban yang harus ditanggung oleh rakyat berkaitan dengan berbagai kegiatan dan langkah-langkah yang diinginkan oleh anggota DPR. (m/kmps/dtk)