Kasus Teror Solo, Sarat Muatan Politis

Kasus Teror Solo, Sarat Muatan Politis

Solo, (forum-alishlah.com) – Lambannya pengungkapan kasus teror yang terjadi di kota Solo dari akhir bulan Ramadhan 1433 H (17/8/2012) sampai jatuhnya korban meninggal dari fihak kepolisian menunjukkan ada sesuatu yang tidak “beres” dalam penanganan kasus tersebut.

Kejadian teror pertama kali terjadi sebuah penembakan Pos Pam Lebaran 1433 H di Perempatan Geblegan Serengan Solo (17/8/2012), aksi teror ke-2 yaitu pelemparan “Granat Nanas” dikawasan Gladag Solo (18/8/2012), kemudian disusul dengan penembakan Bripka Dwi Data Subekti di Pos Polisi Plaza Singosaren Solo kamis malam 30/8/2012 dan terakhir aksi “koboi” berupa tembak menembak antara tim Densus 88 dengan para terduga aksi teror sebelumnya.

Kasus terakhir yang mungkin bisa dikatakan sebagai “gunung es” adalah aksi baku tembak antara tim Detasemen Khusus 88 (Densus 88) Anti Teror Mabes Polri dengan orang yang diduga sebagai pelaku aksi teror di Solo akhir-akhir ini.

Menanggapi berlarut-larutnya penanganan dan pengungkapan kasus teror yang membuat resah warga Solo tersebut, Ustadz Sholeh Ibrohim, S.Th.I salah satu tokoh maysrakat di kota Bengawan ikut angkat bicara. Menurutnya, kasus teror yang terjadi di Solo hanyalah permainan politik fihak tertentu.

“Ya kalau saya berpendapat seperti ini, bahwa kasus teror ini politik. Karena memang kasus yang meneror Solo ini tiga berturut-turut kok ini ternyata tidak segera tertuntaskan dan terkuak pada persoalan intinya, siapa pelaku-pelakunya”, jelasnya saat ditemui Kru FAI dikediamannya Jum’at siang 31/8/2012 (setelah penembakan di pos polisi Singosaren dan sebelum baku tembak di Tipes Solo).

Saat diminta keterangannya lebih lanjut siapakah para pelaku aksi teror tersebut, beliaupun menjawab singkat yaitu aparatur negara sendiri. Sebab menurutnya, jika pelaku penembakan dan pelemparan granat itu di indikasikan oleh Densus 88 berasal dari umat islam, maka tentunya takkan butuh waktu lama bagi Densus 88 untuk menangkapnya, sebelum aksi teror tersebut dilakukan.

“Saya sendiri dalam hal ini selaku pribadi memang itu sangat melibatkan dari unsur-unsur aparat sendiri (yang menjadi pelaku-red), indikasinya seperti itu. Karena kalau kasus dengan orang yang dianggap sebagai teroris (mujahidin-red) itu biasanya kan langsung ketangkap dalam beberapa waktu yang dekat sekali. Lha ini kan sudah berapa minggu sejak Ramadhan lalu sampai sekarang ini hingga jatuh korban, belum ada yang terkuak (siapa pelakunya-red)”, ungkap Ustadz Sholeh.

Bahkan menurut salah satu staf pengajar Ponpes Al Mukmin Ngruki Solo ini, kasus teror Solo ada indikasi sebuah skenario didalamnya yang coba dimainkan.

“Ya sebetulnya mereka kalau dibilang kecolongan ya,, tidak bisa juga seperti itu. Kalau dikatakan membiarkan, mereka nggak mau dikatakan demikian, karena dia sudah bekerja. Karena mereka kan punya intelejen. Ya,, kurang sigapnya saja dalam menangani semacam itu (kasus Solo-red) dan mengungkapnya, dan indikasinya ada skenario”, paparnya.

Beliau-pun menegaskan, jangan dikira bila ada korban meninggal, kemudian hal itu dianggap sebagai sesuatu yang serius dan pembenaran bahwa kejadian tersebut bukan sebuah rekayasa, meskipun yang tewas dari fihak aparat. Bahkan, sebelum kejadian baku tembak di selatan Lotte Mart Tipes Solo yang menewaskan 2 orang terduga teroris dan 1 petugas Densus 88, Ustadz Sholeh sudah memprediksi akan ada aksi yang lebih besar dari sekedar penembakan Bripka Dwi Data Subekti.

“Suatu saat nanti juga menurut saya akan ada yang lebih dari ini (penembakan polisi di Singosaren-red). Jadi tidak semua yang sampai jatuh korban itu bisa dikatakan sebagai sesuatu yang dibenarkan (bukan rekayasa-red), yaitu bukan dramatir dan rekayasa meskipun yang jatuh korban dari fihak mereka (kepolisisan-red)”, tegasnya.

Ustadz Sholeh-pun kembali menegaskan keyakinannya kalau kasus teror di Solo ini hanyalah politisasi belaka. Meskipun beliau juga tidak menafikkan adanya jatuh korban meninggal dan luka-luka akibat aksi teror tersebut.

“Ya,, politisasi, jatuhnya saya kesitu. Ya sebenarnya bisa juga pemilihan Gubernur atau bisa juga ingin mengkondisikan kota Solo yang Jokowi ada didalamnya ini mau dibuat kacau”, pungkasnya. (Abd/Kru FAI)