Eramuslim.com – Penanganan kasus dugaan korupsi pembelian lahan Cengkareng Barat oleh Dinas Perumahan dan Gedung DKI dipertanyakan. Alasannya, Mabes Polri belum juga menetapkan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai tersangka, kendati Ahok sudah diperiksa di Bareskrim beberapa waktu lalu.
Sejumlah kalangan mensinyalir Kapolri Jenderal Tito Karnavian takut kepada Ahok, mengingat Ahok termasuk orang dekat Presiden Jokowi. Indikasi ini terlihat penyelidikan kasus tersebut mulai tak jelas, kendati Ahok dan Wagub DKI sudah diperiksa Bareskrim.
Namun hingga saat ini pihak Bareskrim belum menjelaskan apakah karena kedekatan Ahok dengan Jokowi, kasus akan dipetieskan seperti kasus-kasus lainnya jika bersentuhan dengan pejabat negara seperti kasus Wakil Ketua KPK Saut Situmorang yang dilaporkan oleh PB HMI?
Pengamat kebijakan publik Budgeting Metropolitan Watch (BMW) Amir Hamzah mengatakan, kasus itu menambah daftar skandal keuangan pada era kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dia mengibaratkan kasus tersebut bagaikan sebuah ‘sinetron kejahatan’ yang coba dimainkan Ahok untuk merampok uang Negara, yang kemudian kepergok oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Ini sinetron yang berkelanjutan setelah kasus RS Sumber Waras,” kata Amir dihubungi di Jakarta, Minggu (21/8/2016).
Dirinya menilai, disposisi Ahok atas pembelian lahan untuk Rusun Cengkareng Barat itu menjadi bukti kuat jika mantan Bupati Belitung Timur itu bertindak sebagai ‘sutradara’. Amir menjelaskan, serupa dengan pembelian lahan RS Sumber Waras, pembelian lahan Cengkareng juga terbukti dilakukan tanpa melalui proses pengadaan lahan sebagaimana tahapan-tahapan sesuai dengan UU dan Keppres yang berlaku.
Sehingga, transaksi tersebut telah mengakibatkan Negara mengalami Total Lost (Kerugian Total Secara Telak) sebesar Rp648 Milyar.
Amir mengungkapkan sekaligus mengungkapkan bukti baru yang beraroma kuat adanya indikasi permainan antara Ahok dan seorang yang bernama Rudi Hartono Iskandar.
“Ternyata, yang menawarkan lahan Cengkareng ke Ahok adalah Rudi Hartono Iskandar. Rudi juga yang menerima uang dalam bentuk 4 lembar cek bank DKI, tertanggal 5 November 2015,” ungkapnya.
Cek tersebut dikeluarkan Pemda DKI dalam waktu sehari. Masing-masing cek jumlahnya bervareasi, cek pertama sebesar 200 Milyar, kedua, 304 Milyar, ketiga, 30 miliar, dan cek terakhir sebesar100 miliar.
“Anehnya lagi, semua dokumen penjualan lahan yang diterima Pemda dari Toeti Sukarno terbukti aspal (asli tapi palsu), yaitu girik-girik palsu. Sebab dokumen aslinya sejak beberapa tahun lalu sudah disita Polres Jakarta Barat. Perlu dicatat, sebelum lahan ini dijual ke Pemda DKI, dokumen aslinya Sudan diamankan Polres Jakarta Barat, saat itu Toeti sudah bersengketa dengan seorang bernama H. Matrodji,” urai Amir.
Dengan demikian, Amir menilai, sudah seharusnya Ahok dikenai Pasal Tindak Pidana Korupsi. Sebab, faktanya adalah ada Kerugian Negara yang bernilai ratusan milyar yang disebabkan oleh Pembelian Lahan yang tidak sesuai dengan UU dan prosedur, sehingga menguntungkan atau memperkaya koorporasi tertentu.
“Semoga kali ini Bareskrim Polri yang tengah menangani kasus ini tidak pura-pura bego seperti KPK. Seakan-akan tidak paham defenisi Korupsi yang berbunyi Pejabat yang menyalah-gunakan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri ataupun pihak lain/ korporasi dapat diancam dengan pasal Tipikor,” tegas Amir.
Ahok para beberapa kesemapatan membantah terlibat kasus tersebut.(ts/hntr)