Mahkamah Agung tidak akan menutup kemungkinan akan menerima permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh pihak Kejaksaan, meskipun PK itu sebenarnya merupakan hak terpidana. Hal tersebut disampaikan oleh Juru Bicara Mahkamah Agung Djoko Sarwoko, di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Selasa(17/4).
"Peninjauan kembali itu kan hak terpidana, tetapi MA akantidak menutup diri jika jaksa akan mengajukannya, "ujarnya.
Menurutnya, dalam KUHAP hanya mengatur permohonan PK yang diajukan oleh terpidana, dan tidak ada aturan yang memperbolehkan jaksa mengajukannya.
Namun lanjut Djoko, berdasarkan pengalaman Mahkamah Agung pernah menerima PK yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus Mochtar Pakpahan, di mana saat itu MA mengabulkan permohonan PK yang diajukan jaksa.
"Kasus itu bisa dijadikan dasar hukum (yurisprudensi), "jelasnya.
Seperti diketahui, saat ini Kejaksaan Agung akan mengajukan PK terhadap kasus kematian aktivis HAM Munir, dengan terpidana Pollycarpus Budihari Priyatno. Dalam hal ini, jaksa telah menyiapkan tiga bukti baru (novum), guna menemukan aktor pembunuh Munir.
Di tempat berbeda Dirjen Perlindungan HAM Depkumham Harkristuti Harkrisnowo menegaskan, jika dilihat dari sisi hukum seseorang yang sudah dinyatakan bebas, tidak dapat diajukan kembali dalam kasus yang sama, dan peninjauan kembali itu hanya berlaku pada orang yang sedang menjalani hukuman.
"Itu sudah ada azas hukumnya, saya belum begitu jelas bagaimana ini bisa dikemukakan lagi, karena tidak ada mekanisme hukum kita yang mengatur hal semacam itu, "tukasnya.
Ia menambahkan, kasus Munir memang ‘PR’ yang belum selesai bagi pemerintah Indonesia, karena itu aparat penegak hukum terus melakukan upaya progresif untuk mengungkapnya, dan hal itu tidak terkait dengan adanya desakan dari Dewan Ham PBB. (novel)