Eramuslim.com – Pengacara geram dengan sikap Kejati DKI Jakarta lantaran mengajak keluarga Cristalino David Ozora dan Mario Dandy Satrio berdamai, atas kasus penganiayaan dan pengeroyokan.
Geramnya pengacara tersebut terungkap usai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Reda Manthovani anjukan tawaran restorative justice dalam kasus penganiayaan terhadap David Ozora oleh Mario Dandy Satrio anak pejabat pajak Kemenkeu RI.
“Tawaran Restorative Jusctice terhadap penganiayaan David ini tentu sesat hukum, sesat nalar dan sesat moral,” cuit pengacara David Ozora, Mellisa Anggraini via akun Twitternya @MellisA_An, lansiran Serang.com partner Suaracom, Sabtu (18/3/2023).
Mellisa Anggraini juga pertanyakan kredibilitas Kajati DKI Jakarta, apalagi kasus David Ozora merupakan perkara penganiayaan berat.
“Apakah Kajati meremehkan kejahatan para pelaku penganiayaan berat terencana ini termasuk meremehkan penganiayaan yang dialami oleh korban David?”
Masih kata pengacara Mellisa Anggraini, bahwa tidak ada pembahasan restorative justice dengan keluarga.
“Ia malah memastikan peristiwa yang dialami anak GP Ansor itu merupakan kasus penganiayaan berat,” kata Mellisa.
Melansir berita Seputar Serang yang terbit Kamis 16 Maret 2023, bahwa Kejati DKI Jakarta menawarkan restorative justice ketika melawat korban penganiayaan anak pejabat Kemenkeu di Rumah Sakit Mayapada, Jakarta Selatan.
Saat itu Kajati DKI Jakarta Reda Manthovani mengatakan, “Kami akan menawarkan RJ kepada pihak keluarga korban”.
Kemudian Reda membujuk dengan kalimat restorative justice masih bisa dilakukan walau tersangka Mario Dandy Satrio dan kawan-kawan berada di rumah tahanan Polda Metro Jaya.
“Proses itu (RJ) masih bisa dilakukan usai seluruh berkas dilimpahkan ke kami,” kata Reda.
Hanya saja, restorative justice bukan satu paksaan sela Reda lagi. “Kalau memang korban tidak menginginkan (RJ), itu proses jalan terus.”
“Proses RJ dilakukan apabila kedua belah pihak memang menginginkan perdamaian dan tidak ingin melanjutkan lagi perkara ini”.
“Tapi kalau salah satu pihak tidak bisa atau tidak menginginkan, seperti bertepuk sebelah tangan namanya, maka kasus dilanjutkan,” cakap Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Reda Manthovani menutup.
Sumber: suara