Kasus Lumpur Panas Lapindo Dinilai Sebagai Kejahatan Korporasi

Telah satu bulan lebih terjadi kebocoran gas di areal ekplorasi gas PT. Lapindo Brantas (Lapindo) di Desa Ronokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Tapi sepertinya belum tampak tanda-tanda siapa yang harus bertanggung jawab.

Ivan V. Agung, Manager Pengembangan Hukum dan Litigasi WALHI menilai, dilihat dari sudut pandang lingkungan hidup, tragedi lumpur panas Lapindo dapat dikategorikan sebagai kejahatan korporasi, dengan unsur-unsur yang telah ditetapkan dalam Dalam Bab IX Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No.23/1997), telah diatur sanksi pidana (penjara dan denda) terhadap badan hukum yang melakukan pencemaran.

"Pada pasal 46 UU No.23/1997 dinyatakan bila badan hukum terbukti melakukan tindak pidana, maka sanksinya dijatuhkan selain terhadap badan hukum, juga terhadap mereka yang memberi perintah atau yang menjadi pemimpin dalam perbuatan tersebut," tegas Ivan kepada pers di Jakarta, Selasa (11/7).

Dijelaskannya, kebocoran gas tersebut berupa semburan asap putih dari rekahan tanah, membumbung tinggi sekitar 10 meter. Semburan gas tersebut disertai keluarnya cairan lumpur dan meluber ke lahan warga.

Ia menambahkan, hak konsesi eksplorasi pada Blok Brantas PT. Lapindo Brantas diberikan oleh Pemerintah Pusat sementara izin konsesinya diberikan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur yang pada perkembangannya Pemerintah Daerah Sidoarjo malah memberikan keleluasaan kepada PT. Lapindo Brantas untuk melakukan aktivitasnya tanpa sadar bahwa Rencana Tata Ruang Kabupaten Sidoarjo tidak kompatibel terhadap rencana eksplorasi dan eksploitasi tersebut.

“Selain lingkungan fisik yang rusak, kesehatan warga setempat juga terganggu. Lily Pudjiastuti, anggota tim ahli ITS yang membidangi penanganan lingkungan menyatakan bahwa lumpur panas di Sidoarjo bisa menyebabkan infeksi saluran pernapasan dan iritasi kulit,” paparnya.

Selain panas, lanjut Ivan, dari uji laboratorium terdapat kandungan bahan beracun dan berbahaya (B3) yang melebihi ambang batas. Dalam sampel lumpur yang diambil 5 Juni dan dianalisis oleh laboratorium uji kualitas air Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Jawa Timur terdapat fenol, zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan. (dina)