Kasus Fitnah Irena Handono: Diki Candra Jadi Tersangka

Buntut dari kasus dugaan fitnah yang dilakukan Diki Candra sebagai pimpinan Arimatea terhadap kristolog Irena Handono berujung di kepolisian. Pihak Irena mengabarkan dalam konfrensi persnya siang tadi di Jakarta, bahwa kepolisian telah menetapkan Diki Candra sebagai tersangka.

Penetapan kepolisian ini dikeluarkan melalui surat Mabes Polri yang ditandatangani Drs. Edmon Ilyas, MH pada tanggal 22 Oktober 2009. Status tersangka dikenakan kepada Diki Candra karena adanya dugaan pelanggaran terhadap pasal 45 ayat 1 j.o. pasal 27 ayat 3 UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE. Selain pasal tersebut, polisi juga mengenakan pasal 310 ayat 2 dan pasal 311 ayat 1 KUHP.

Menurut kuasa hukum Irena Handono bahwa kemungkinan besar Diki Candra akan diperiksa besok dengan status sebagai tersangka. Tentang apakah kepolisian akan langsung melakukan penahanan terhadap Diki, kuasa hukum Irena menjawab dengan diplomatis, “Kita lihat saja besok apa yang akan dilakukan kepolisian terhadap Diki Candra. Karena untuk kasus yang jauh lebih ringan dari itu (kasus Prita, red), polisi bisa melakukan penahanan karena ancamanan hukumannya 5 tahun.”

Sebelumnya, menurut Humas Irena Handono, pada tanggal 28 Oktober 2009, kuasa hukum Diki Candra, Eggi Sudjana, SH mengajak pihak Irena untuk melakukan perdamaian. Karena itu, kuasa hukum Diki tersebut meminta pihak Irena untuk mencabut laporan kepada polisi tentang fitnah tersebut.

Ajakan tersebut ditolak pihak Irena. Hal ini karena surat ajakan perdamaian itu tanpa disertai pengakuan salah dan permohonan maaf dari pihak Diki Candra terhadap dugaan fitnah yang dilakukan pihak Diki terhadap Irena Handono.

Sebelumnya, pada bulan Maret 2009, pihak Irena melaporkan Diki Candra ke polisi karena telah melakukan fitnah terhadap Irena Handono. Melalui surat pernyataan seorang yang menurut pihak Diki Candra bernama Imam Safari, telah menyaksikan bahwa Irena yang selama ini dikenal umat sebagai dai yang aktif melawan kristenisasi berada di sebuah gereja di Singapura. Kejadian itu, menurut surat pengakuan Imam Safari yang hingga saat ini masih belum jelas keberadaannya, terjadi pada akhir Februari 2008. Tanpa saksi, dan tanpa foto. Dan kesaksian Imam Safari itu disebarluaskan pihak Diki melalui website Arimatea.

Untuk itulah, pihak Irena mengajak pihak Diki dan Imam Safari untuk melakukan mubahalah yang dipimpin oleh Ustadz Athian Ali. Pada tanggal 4 Juli 2009, Mubahalah pun berlangsung di sebuah masjid di Bandung. Tapi, orang yang bernama Imam Safari tidak datang. Walaupun Diki Candra datang, tapi ia menyatakan sumpah pada acara mubahalah itu bukan sebagai saksi atas kebenaran yang dilihat Imam Safari, melainkan sebagai saksi atas pengakuan Imam Safari yang ditulis pada surat tertanggal 13 September 2008. mnh.

foto: islamdigest.net