Kasus Exxonmobile Ditindaklanjuti dengan Hak Angket

Sebanyak 62 anggota DPR mengajukan hak angket atas penyerahan pengelolaan Blok Cepu kepada Exxonmobile. Usul Hak Angket tersebut diserahkan para penggagas kepada Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (20/3).

“Usulan hak angket ini diharap jangan masuk angin lagi,” kata Ana Muamanah saat menyerahkan usulan hak angket ke pimpinan DPR. Ana didampingin penggagas lainnya yakni Drajad Wibowo, Alvin Lie, Maruarar Sirait, Aria Bima, Nusyirwan Munir dan Bambang Pacul.

Para pengusul hak angket mempermasalahkan kebijakan pemerintah dengan membiarkan Pertamina memberikan kuasa kepada ExxonMobil sebagai pimpinan operator lapangan minyak Blok Cepu. Padahal Komisi VII DPR telah menyatakan sikap untuk menolak Tim Negosiasi Pertamina dan segala hasil negosiasinya.

Pengusul menilai penyerahan kepemimpinan operatorship Blok Cepu ke Exxon mengandung penyalahgunaan wewenang dan sekaligus bertentangan dengan perundang-undangan.

“Status Blok Cepu saat ini adalah kontrak TAC yang dikelola Exxon (pihak asing). Pengelolaan oleh pihak asing, diduga melanggar peraturan dan mengandung praktek KKN,” kata Ana saat membacakan usulan itu.

Dugaan praktek KKN itu, lanjutnya, telah disimpulkan oleh Tim Gabungan Kejaksaan Agung dan Inspektorat Pertamina sebagai peristiwa Tindak Pidana Korupsi.

Laporan kasus KKN itu telah diserahkan ke Kejaksaan RI pada 26 Desember 2000. Pengusul menunjuk kasus yang diduga melanggar hokum yakni kesengajaan melanggar aturan PT Humpus bersama Ampolex-Mobil Oil-Exxon. Karena dalam salah satu klausul TAC disebutkan kontraktor (PT Humpus) tidak boleh menjual ke pihak asing. Kenyataannya, sejak Mei 1996, Humpus menjual sahamnya ke Ampolex setelah meyakini penemuan potensi minyak dan gas yang sangat besar 250 juta barrel.

Selain itu, pengusul mencurigai adanya mark up biaya operasi TAC ExxonMobil. Karena dari hasil audit internal Pertamina dan BPKP ditemukan dugaan mark up biaya yang dikeluarkan Exxon.

Exxon melaporkan biaya yang dikeluarkan per September 2003 sebesar 343 dollar AS sedangkan menurut perhitungan Pertamina biaya yang dikeluarkan tidak lebih dari 100 juta dollar AS. “Terdapat potensi merugikan negara sekitar 243 juta dolar,” ujar Alvin.

Menurutnya, berbagai usaha dilakukan Exxon untuk mendapatkan lapangan minyak Cepu. Diyakini bahwa cadangan minyak khususnya di sumur Banyu Urip mengandung cadangan mencapai 600 juta barel. Pertamina sudah menolak perpanjangan TAC yang diperkuat pemerintah ketika itu. Tapi Exxon tetap berupaya dengan berbagai cara termasuk menahan pengembangan produksi TAC sehingga akhirnya Februari 2005 Presiden SBY memerintahkan Pertamina untuk berunding dengan Exxon tapi tak dilakukan Pertamina.

“Penolakan Dirut Pertamina yang lalu (Widya Purnama, red.) untuk bernegosiasi berbuah Tim Negosiasi yang dibentuk 29 Maret 2005 melalui SK Meneg BUMN yang secara telanjang telah melucuti fungsi organ BUMN seperti RUPS, Direksi, dan Komisaris,” kata Bambang Pacul saat membacakan usulan hak angket secara bergantian.

Atas pengajuan hak angket itu, wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno mengatakan, “Usulan ini dicatat sebagai surat masuk dan akan dibacakan pada rapat paripurna besok, Selasa (21/3).”

Adanya tekanan itu untuk menjegal hak angket melalui lobi, kata Mbah Tardjo, tak bisa dihindari, tapi itu tergantung manusianya. “Itu tergantung manusianya, jujur atau nggak jujur. Yang nggak jujur Tuhan mengamati,” katanya. (dina)