Eramuslim.com – Untuk mengetahui akar masalah Tragedi Tolikara, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mendatangi tempat kejadian perkara di Wamena, Papua. Dalam kesempatan itu, Badrodin bertemu dengan pengurus Gereja Injili di Indonesia (GIDI), tokoh muslim, dan jajaran Pemda Tolikara.
Badrodin mempertanyakan keluarnya surat edaran GIDI yang melarang muslim menggelar solat Id dan menjadi pemicu insiden penyerangan. Badrodin juga membenarkan keberadaan surat edaran larangan solat Id tersebut.
“Surat itu benar adanya. Kami sedang mendalami alasan surat itu keluar,” katanya (19/7)
Menurut Badrodin lagi, ada dua surat dari GIDI. Surat pertama dikirim ke pemda dan Polres Tolikara pada 11 Juli 2015 yang berisi larangan digelarnya solat Id dan larangan para Muslimah untuk mengenakan jilbab. Surat kemudian direvisi pada 15 Juli setelah ada kordinasi dengan aparat setempat. Dalam surat yang kedua yang direvisi, GIDI tidak melarang solat Id digelar. Hanya, solat Id tidak boleh dilakukan di halaman atau ruang terbuka, melainkan di musola. Selain itu, solat Id tidak boleh menggunakan pengeras suara dengan volume yang kencang karena di hari yang bersamaan ada seminar internasional GIDI yang dihadiri perwakilan dari seluruh Indonesia.
Hal ini aneh, karena Hari Raya Iedul Fitri harus mengalah pada acara seminar. Yang harus digugat adalah kenapa seminar malah diselenggarakan bertepatan dengan lebaran. Dengan logika yang sama, umat Islam bisa saja mengadakan tabligh akbar di saat Natal, 25 Desember, dan melarang umat Kristiani untuk merayakan Natal dan membunyikan lonceng gereja. Ini kan konyol!
GIDI sendiri kemudian diketahui sebagai organisasi yang berhubungan dengan pihak Zionis Israel, negara yang tidak punya hubungan diplomatik dengan Indonesia karena bertentangan dengan Konstitusi Negara. Hal ini harus ditelusuri, karena dengan demikian GIDI telah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Pancasila dan Konstitusi Negara. (rz)