Upaya pengungkapan kasus-kasus teror terutama yang terjadi di Poso, Sulawesi Tengah, terganjal dengan sistem hukum di dalam negeri. Hal tersebut disampaikan oleh Kapolri Jenderal Sutanto usai Menghadiri Hari Gerak Bhayangkari, di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (19/10).
"Kalau saja kita punya ISA (internasional security act), seperti di Singapura, Malaysia. Kalau di kita kan harus ada semacam bukti permulaan untuk kasus semacam teror, ini menghambat kita," ujarnya.
Sebagaimana diketahui ISA merupakan aturan di antaranya mengatur penangkapan seseorang yang dicurigai melakukan kejahatan terorisme tanpa alat bukti. Menurutnya, untuk mengajukan seseorang kedalam proses hukum di pengadilan, dibutuhkan lima macam alat bukti.
Sutanto menegaskan, tanpa didukung dengan alat bukti, cukup sangat sulit mengungkap kasus teror, seperti penembakan terhadap Pendeta Irianto Kongkoli di Palu, awal pekan lalu.
Ia mengaku, jika sudah mempunyai bukti yang cukup kuat, pasti akan langsung menangkapnya tanpa menunggu waktu sampai sehabis hari raya Idul Fitri "Tidak ada menunggu lagi pokoknya, mereka ada di mana langsung ditangkap," tegasnya.
Kapolri menambahkan, saat ini pihaknya sudah mengetahui jenis peluru dan senjata yang digunakan pelaku penembakan di Palu, namun untuk keperluan penyidikan lanjutan dirinya tidak bersedia menyebutkannya. (novel)