Eramusim.com – Perintah Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian untuk menggerakkan Brimob ke Jakarta untuk pengamanan aksi 4 November 2016 nanti, dikritik kurang tepat.
“Seharusnya Kapolri menggerakkan Sabara, bukan Brimob. Biasanya di masing-masing polda ada dua kompi, sedangkan pada Polres ada satu pleton. Untuk mengamankan penyampaian pendapat di muka umum atau unjuk rasa, itu tugas mereka,” kata Rozaq Asyhari dari Pusat Advokasi Hukum dan HAM (PAHAM) Indonesia dalam rilis.
Lebih lanjut Rozaq menyampaikan, bila yang diturunkan pasukan Brimob justru terkesan akan ada skenario caos.
“Kalo Brimob yang digerakkan Kapolri, ini berarti yang bekerja adalah satuan PHH. Seolah yang bakal terjadi adalah kerusuhan, padahal aksi 4 November sebenarnya bentuk dukungan masyarakat kepada Polri untuk menegakkan hukum,” jelas Sekretaris Jenderal PAHAM Indonesia ini.
Jadi, lanjut dia, kegiatan tersebut dukungan moril terhadap kinerja Polri dan sebaiknya jangan direspon terlalu berlebihan. Namun demikian, Rozaq menghormati keputusan Kapolri tersebut.
“Itu kewenangan Kapolri, beliau lebih tahu terhadap langkah institusi Polri. Namun saya mengingatkan agar aparat tidak bertindak berlebihan, tidak perlu represif apalagi pakai instruksi tembak di tempat. Aksi penyampaian pendapat dimuka umum itu dilindungi oleh Undang-Undang, jadi polisi harus mengayomi dan mengamankan kegiatan tersebut,” tambah kandidat doktof dari Fakultas Hukum UI Tersebut.
Sekali lagi Rozq menekankan bahwa aksi 4 November nanti adalah bentuk kepercayaan terhadap Polri, sehingga masyarakat lebih memilih tidak main hakim sendiri namun menyerahkan persoalan kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama kepada penegak hukum. (ts/rmol)