Kapolri: Hukuman bagi Pelaku Narkoba Kurang Maksimal

Kapolri Jenderal (Pol) Sutanto mengaku kecewa atas hukuman yang kurang maksimal terhadap seorang tersangka penyalahgunaan narkoba dengan barang bukti 20 kilogram ganja tetapi hanya divonis tiga tahun.

Ia juga mengaku kecewa dengan masih terjadinya pemutasian hakim yang menjatuhkan vonis hukuman mati bagi pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, seperti yang terjadi di Pengadilan Negeri Probolinggo Jawa Timur.

"Jangan sampai hakim yang menjatuhkan vonis hukuman mati pada pelaku narkoba seperti di PN Probolinggo yang dipindahkan ke Jayapura, terjadi lagi di pengadilan-pengadilan lain," saran Kapolri dalam sambutan pada Pembukaan Rakon Badan Narkotika Nasional (BNN) di Jakarta, Rabu (22/2).

Selain itu Kapolri juga menyesalkan dari 43 pengedar gelap narkoba yang dihukum mati hanya tiga orang saja yang sudah dieksekusi.

Saat ini peredaran narkoba sudah menyeluruh ke penjuru nusantara, bahkan sampai saat ini tercatat 1,5 persen populasi atau 3,2 juta penduduk Indonesia adalah pengguna narkoba.

Dijelaskannya, dari 3,2 juta pecandu narkoba tersebut, sekitar 56 persen atau sekitar 572.000 orang merupakan pecandu berat yang menggunakan jarum suntik. Pecandu heroin dan morfin yang menggunakan jarum suntik ini dapat berpotensi besar terkena penyakit hepatitis B dan Hepatitis C, bahkan tertular virus HIV/AIDS.

"Sekarang ini tidak ada kabupaten/kota di seluruh Indonesia yang bebas narkoba, karena setiap tahun perkembangan kasus narkoba menunjukkan peningkatan," paparnya.

Ia menambahkan, setiap tahun terdapat sekitar 15.000 orang yang mati sia-sia akibat kasus penyalahgunaan narkoba. Sementara itu sepanjang tahun 2001 sampai 2005 kasus peredaran dan penyalahgunaan narkoka terus meningkat dari 3.600 kasus pada tahun 2001 menjadi 15.000 kasus pada tahun 2005. Sedangkan dari pelaku selama periode tersebut juga menunjukan peningkatan dari 5.000 tersangka (2001) menjadi 20.000 tersangka (2005).

"Kalau dulu peredaran penyalahgunaan narkoba hanya terjadi di kota-kota besar dengan melibatkan masyarakat kalangan menengah ke atas. Tetapi sekarang sudah masuk ke peloksok desa dengan pelaku masyarakat paling miskin sekalipun," tuturnya prihatin. (dina)