Kalangan komisi VIII DPR mendukung fatwa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang mengharamkan tayangan infotainment. Namun langkah selanjutnya adalah, bagaimana mencari cara atau formula agar fatwa tersebut efektif, ujar Drs Ichwan Syam, anggota Komisi VIII DPR F-Partai Golkar kepada wartawan di Jakarta, Jum’at (4/8).
Ia menambahkan, keptusan PBNU itu bukan berarti ingin mengadili dan memvonis infotainment. “Tayangan infotainment jangan sampai mengarah pada pengungkapan aib atau keburukan orang atau rumah tangga seseorang. Sebab ghirah [semangat) mempertontonkan aib orang lain itu dilarang dengan tegas,” ujarnya.
Dijelaskannya, pihaknya setuju kalangan infotaiment diberi pengertian yang lebih detail lagi. Karena banyak juga content infotainment yang positif., tapi informasi yang mengundang kemudharatan harus dicegah. “Karena itu, jangan fatwa itu dibenturkan dengan kebebasan berpendapat dan RUU Kebebasan Memperoleh Informasi pubik,” tegas Ichwan Syam, yang juga Sekretaris Umum MUI Pusat.
Sementara itu, Ketua PBNU, Dr H Andi Djamaro Dulung menjelaskan, fatwa itu dikeluarkan karena semata-mata para ulama memiliki tanggungjawab dan kewajiban untuk menjelaskan mana yang benar dan mana yang buruk. “Tidak ada persoalan, efektif atau tidak efektif,” katanya.
Menurutnya, fatwa itu diputuskan PBNU berdasarkan dalil-dalil sahih Al-Qur’an dan Hadist Nabi. Oleh karena itu pemerintah diminta mendukung fatwa itu, kalau memungkinkan bisa diadopsi ke dalam hukum positif.
“Yang jelas, para ulama di desa-desa sudah merasakan dampak negatifnya tayangan infotainment, makanya persoalan itu dibahas di Munas dan Konbes NU,” sambung dia. (dina)