Terpilihnya Bagir Manan sebagai Ketua Mahkamah Agung (MA) untuk kedua kalinya dikritik oleh kalangan anggota Komisi III DPR yang membidangi masalah Hukum, HAM, dan Perundang-Undangan.
Menurut Dasrul Djabar, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Bagir Manan sebagai figur yang tidak tahu diri, tidak mau melepaskan jabatan yang telah dipegangnya selama ini.
“Mestinya dia tahu diri dan tidak mencalonkan lagi sebagai Ketua MA, dia harus memberi kesempatan kepada hakim-hakim yang masih muda, segar dan energik bukannya yang sudah tua dan tinggal menunggu pensiun,” kata Dasrul, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (2/5).
Ia menambahkan, MA memerlukan pimpinan yang energik, inovatif dan orang yang masih muda sehingga persoalan-persoalan yang selama ini melilit MA bisa diselesaikan dengan cara yang energik dan sehat. “Apa yang diharapkan dari Bagir Manan, selama memimpin MA apa prestasinya, justru di bawah dia image MA sebagai benteng terakhir keadilan runtuh,” jelas dia.
“Tapi itulah manusia tidak ada puasnya, dia ingin berkuasa terus di posisi yang sudah didudukinya," sambung Dasrul.
Ia menjelaskan, dengan kembalinya Bagir menjadi Ketua MA, kemungkinan besar dalam dua tahun ke depan MA akan terus mengalami kevakuman seperti saat ini. Padahal semua orang tahu di MA terlalu banyak persoalan mulai dari kewajiban menyelesaikan puluhan ribu perkara hingga memperbaiki citra lembaga yang hancur.
‘’Satu-satunya prestasi yang menonjol di lembaga ini adalah maraknya mafia peradilan yang justru menyeret-nyeret nama Ketua MA itu,’’ katanya.
Anggota Komisi III DPR dari F-PAN Patrialis Akbar menilai terpilihnya Bagir sebagai ketua MA menandakan para hakim agungnya masih senang dengan Bagir. Buktinya, dari 48 suara yang diperebutkan, Bagir memperoleh 44 suara. ‘’Ini kan jelas mayoritas hakim masih senang dan memelihara terus Pak Bagir, walaupun MA menjadi sorotan saat ini,’’ jelas Patrialis.
Ketika ditanya mengenai prestasi Bagir selama memimpin MA, Patrialis menilai bahwa MA sekarang sama saja dengan MA dulu dengan banyaknya tumpukan perkara.
Bahkan, kata Patrialis, dalam beberapa kesempatan Bagir tidak menunjukkan keteladanan seorang pemimpin dalam proses penegakkan hukum. Misalnya, Bagir tidak mau datang ketika KPK memanggilnya. Begitu pula ketika hakim Timtas Tipikor tidak mau memanggil Bagir.
Fungsionaris PAN ini menilai, setelah Bagir diperiksa maka jaksa punya kewajiban untuk menghadirkan Bagir dalam persidangan. ‘’Mestinya Bagir menegur hakim yang tidak mau memanggil dirinya. Tapi hal ini tidak dilakukan Bagir. Mestinya Bagir mau diperiksa dan menunjukkan sikap keteladanan seorang pemimpin dalam proses penegakkan hukum,’’ ujar dia. (dina)