Kalangan DPR: Polisi Diskriminatif Tindak Pelaku Terorisme

Anggota FPKS DPR RI Komisi III Almuzzamil Yusuf menyatakan kecewa dengan sikap dan tindakan polisi dalam menangani terorisme. Ia menilai masih ada diskriminasi dari kepolisian dalam menangani terorisme, yang dilakukan kelompok Islam dan Kristen.

Dijelaskannya, diskriminasi itu nampak ketika pelaku terorisme adalah muslim, maka Polri begitu cepat bertindak. “Tindakan kepolisian yang menembak mati dan menangkap orang yang diduga teroris, juga harus dipertanyakan,” kata Almuzzamil dalam interupsinya saat Rapat Paripurna Masa Sidang ke IV, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (1/5/2006).

Menurutnya, ketegasan terhadap mereka yang dituduh teroris, hanya dilakukan terhadap pelaku-pelaku yang kebetulan pelakunya beragama Islam. “Bagaimana dengan tuduhan ada 16 orang pelaku teroris di Poso, yang sampai sekarang tidak jelas ujung pangkalnya?” tanya Almuzzamil.

Tapi mereka tidak bersikap cepat dalam menyikapi pelaku pembantaian muslim di Poso. Padahal korbannya sangat besar. “Ada pembantaian terhadap muslim yang begitu besar. Ada kuburan yang disebut-sebut ada 700 korban dalam satu makam. Apa ini tidak patut mereka disebut dan diperlakukan sebagai teroris,” kritik Almuzzamil, yang juga aleg PKS asal Daerah Pemilihan Lampung. Oleh karena itu, ia mendesak Kepolisian harus bisa bertindak adil terhadap semua pelaku terorisme.

Hal serupa disampaikan anggota Komisi I Yuddy Chrisnnadi (FPG). “Atas dasar prosedur kepolisian dan UU apa, tindakan kepolisian yang mengerahkan ratusan aparat keamanan, lalu mengadakan penyerangan terhadap rumah kontrakan (di Wonosobo)?” tanya Yuddy.

Menurutnya, tidak ada bukti bahwa dua orang yang tewas dan terluka adalah pelaku teroris. “Saya himbau pada pejuang HAM untuk betul-betul mencermati tindakan kepolisian seperti ini,” sambung dia.

Pimpinan DPR, katanya, seharusnya segera melakukan klarifikasi ke pihak Kepolisian. Hal yang harus diklarifikasi adalah apakah bukti-bukti polisi sudah cukup. Termasuk ada tidaknya senjata yang ditemukan di rumah kontrakan itu. Ini perlu dilakukan agar tidak ada korban mati tanpa akuntabilitas publik bahwa mereka adalah teroris. “Kasihan orang yang ditembak itu mempunyai empat anak yang masih kecil-kecil, jangan sampai ada tuduhan teroris,” jelasnya.

Yuddy meminta agar Ketua DPR Agung Laksono mencabut pidato pembukaan masa sidang DPR, yang berkait dengan masalah terorisme. Pidato Agung dinilai Yuddy tidak tepat, karena Polri belum bisa membuktikan dua orang yang tewas itu adalah anggota teroris. (dina)