Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) menyatakan, pemerintahlah yang menunda-nunda pemenuhan anggaran pendidikan sebsar 20 persen dari APBN. Alasannya, fraksi-fraksi diDPR sepakat pemenuhan agar pemerintah segera mengalokasikan anggaran itu.
"Pemerintah itu yang menunda-nunda. Kalau kita di DPR semua setuju anggaran pendidikan dinaikkan menjadi 20 persen, " ujar Ketua FKB Effendi Choirie kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Jum’at (20/7).
Dijelaskannya, alasan pemerintah tidak adanya dana 20 persen adari APBN untuk anggaran pendidikan tidak bisa dibenarkan. "Kalau pemerintah mau, 20 persen itu bisa dipenuhi, " katanya.
Caranya, jelas anggota Komisi I itu, semua departemen dan lembaga negara harus mau mengurangi dan tidak menaikkan aggaran mereka masing-masing.
"Misalnya, Departemen Pertahanan harus mengurangi beli tank atau senjata yang tidak perlu, polisi juga begitu. Pokonya anggarann yang tidak perlu harus dihilangkan, " sarannya.
Happy Bone Zulkarnain dari Fraksi Partai Golkar (F-PG) menjelaskan, untuk Tahun Anggaran 2007, pemerintah dan DPR menetapkan anggaran untuk pendidikan baru sebesar 11, 8 persen. Dengan demikian masih terdapat selisih negatif sebesar 8, 2 peren dari target yang ditetapkan konstitusi.
“Hal itu mendorong kita untuk melakukan terobosan kreatif agar target terpenuhi, ” kata Happy.
Karena itu, ia mengusulkan terobosan kreatif yang bisa dilakukan pemerintah, antara lain meningkatkan penerimaan pajak dan Pendapatan Negara Bukan Pajak untuk menutup selisih 8, 2 persen tersebut.
Selain itu, perlunya melakukan trade off aloaksi dari seluruh anggaran kementerian dan lembaga negara saat ini. Di sisi lain, perlunya pinjaman lunak dari lembaga keuangan perbankan dan non perbankan serta sumber dari laba BUMN..
Sedangkan Ketua Komisi VI Didik J Rachbini dari F-PAN berpendapat, anggaran yang terbatas dan manajemen pendidikan menjadi kendala pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Jepang telah menyelesaikan wajib belajar (Wajar) embilan Tahun sejak tahun 1900. Sedangkan Indoensia terseok-seok dalam menjalankannya.
Sehubungan dengan itu dia mengusulkan alternatif sumber anggaran yang mungkin bisa digunakan untuk memenuhi targetkonstitusi dari keuntungan obligasi, desentralisasi keuangan serta pengurangan subsidi.
Saat ini pemerintah memberi subsidi untuk minyak sebesar lebih Rp68 triliun/tahun, untuk PLN sebesar Rp28 triliun hingga Rp53 triliun, sedangkan untuk pupuk justru jauh lebih kecil, yaitu Rp8 triliun. (dina)