Kalangan DPR: Minyak Tanah Langka Akibat Praktek KKN Oknum Pertamina

Kalangan anggota DPR mencium perilaku KKN dari para oknum Pertamina sehingga berdampak pada langkanya minyak tanah di Jakarta dan sejumlah daerah lain.

“Banyak oknum Pertamina yang nitip delevery order (DO) melalui agen-agen minyak tanah, misalnya A punya jatah lima DO dalam satu hari tapi ternyata dia mengambil lebih dari jumlah itu karena ada oknum yang nitip,” terang anggota Komisi VII dari FPPP Idiel Suryadi di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/11).

Mengenai praktek curang itu, ia mengaku punya data lengkap dan siap menunjukkan pelakunya siapa. “Karena saya tahu maka ganti saja manejernya supaya tidak ada lagi kelangkaan minyak di Jakarta, minyak-minyak yang keluar itu kan dijual ke pabrik sehingga untuk masyarakatnya jadi langka,” paparnya.

Untuk mengatasi kelangkaan minyak tanah, katanya, keberadaan agen dan pangkalan minyak tanah perlu diinventarisasi dan distribusinya diaudit.

Selain itu, validasi izin terhadap pangkalan dan agen juga perlu diinventarisasi, sehingga dapat diketahui agen mana saja yang masih aktif, apakah pemiliknya masih hidup atau sudah meninggal.

‘’Kenyataan di lapangan, banyak izin usaha yang dipindahtangankan, misalnya kepada anaknya apabila pemiliknya sudah meninggal dunia. Saya yakin bila audit tersebut dilakukan dengan baik dan jujur, kelangkaan minyak tanah bisa ditekan, bahkan ditiadakan,’’ tambahnya.

Hal sama dikemukakan anggota Komisi VI DPR Hasto Kristiyanto. Menurutnya, kelangkaan minyak tanah di Jakarta dan beberapa daerah sebenarnya sudah menyentuh aspek kewibawaan presiden.

‘’Jujur saja, kami di fraksi sudah frustasi menerima pengaduan masyarakat mengenai kelangkaan minyak tanah. Tapi saya lihat, menteri-menteri SBY tidak ada yang sedih, mereka masih tenang-tenang saja. Nggak dengar jeritan pedagang gorengan yang tak bisa dagang karena nggak ada minyak,’’ terangnya.

Hasto menilai para pembantu presiden SBY sudah tidak mampu mengatasi kelangkaan minyak tanah yang terjadi di seluruh wilayah tanah air. Sebab itu, sebaiknya presiden memperpendek kunjungan di Jepang kalau perlu tidak usah ke Rusia, segera pulang untuk mengurus ‘kegentingan’ minyak tanah yang menjadi kepentingan orang kecil.

‘’Buat apa presiden lama-lama di Jepang untuk nego soal gas, wong di Sidoarjo saja ladang gas meledak dan rakyat yang jadi korban tidak terurus. Lebih baik pulang saja, atasi kelangkaan minyak tanah karena para pembantumu sudah nggak mampu,’’ harap dia. (dina)