DPR memprotes keras sanksi terhadap dosen Institut Pemerintah Dalam Negeri (IPDN) Inu Kencana Syafiie, karena dianggap telah membuka kasus-kasus kekerasan mahasiswa di IPDN.
Ketua FPDIP Tjahyo Kumolo kepada wartawan di Gedung DPR/MPR, menyatakan, sanksi yang dijatuhkan kepada Inu Kencana Syafiie dengan memberhentikannya dari kegiatan mengajar sekaligus sebagai PNS itu sangat berlebihan dan reaksioner.
Sebagai dosen, terang dia, seharusnya Rektor IPDN dan Depdagri berterima kasih dan memberikan penghargaan, sehingga kekerasan itu bisa terbuka kepada masyarakat.
“Kekerasan yang terjadi di kampus IPDN akan sangat sulit dihilangkan jika sistem secara keseluruhan tidak diperbaiki. Karena itu agar tujuan pendidikan IPDN yang bertujuan menyiapkan pamong-pamong yang profesional dan bertanggungjawab itu terpenuhi, seharusnya Depdagri berani mengambil langkah revolusioner dengan mengganti semua pimpinan, pengajar, dan staf administrasi di IPDN, ” kata Tjahyo.
Menurutnya, IPDN perlu menghentikan penerimaan mahasiswa baru dan meleburkan mahasiswa lama dengan universitas lain, karena mahasiswa IPDN yang ada sekarang sudah terkontaminasi perilaku kriminal yang dilaklukan oleh senior-senior sebelumnya. Setelah itu, baru kembali ke sistem, kurikulum, dan metode pembinaan pengajaran yang sesuai dengan asas pendidikan.
“Jadi, semua harus baru. Baik dari pimpinanya maupun kurikulum dan sistemnya, " usul dia.
Yang pasti dengan kasus kekerasan tersebut DPR akan mengevaluasi seluruh pendidikan kedinasan yang berada di bawah departemen. Supaya kekerasan ala militer itu tidak berpengaruh terhadap pendidikan tinggi yang lain, sebaiknya dari sekarang IPDN stop menerima mahasiswa baru. Sedangkan mahasiswa yang sudah ada dilanjutkanya dan jika IPDN harus ditutup, mahasiswanya dilebur ke universitas yang lain.
Anggota dewan lainnya, Wakil Ketua Komisi X DPR Prof. Dr. Anwar Arifin mengatakan, IPDN harus berhenti menerima mahasiswa baru dan kasus matinya mahasiswa Cliff Muntu harus dijadikan pelajaran dan evaluasi bagi sistem pendidikan yang sesuai dengan UU Sisdiknas.
“Yang jelas seluruh pendidikan kedinasan di bawah departemen, selain pendidikan tentara dan polisi, harus dikembalikan ke Depdiknas, yaitu dengan memasukkan calon-calon birokrat tersebut ke universitas-universitas umum, ” tutur Anwar.
Dijelaskannya, selama ini IPDN tidak tersentuh dengan disiplin ilmu yang lain sehingga mengakibatkan mereka menjadi arogan dan terbiasa dengan kekerasan fisik yang tidak manusiawi.
"Depdiknas bersama Komisi X DPR selama ini sudah membahas sekolah kedinasan yang ada dan hasilnya mengarah ke 3 opsi. Yaitu diintegrasikan dengan universitas negeri, berubah menjadi swasta, atau dibubarkan. ”
Meski ketiga opsi tersebut belum diputuskan, namun DPR dan Depdiknas cenderung memilih opsi yang pertama, yaitu dilebur atau diintegrasikan ke universitas negeri yang ada.
“Jadi, mengapa mereka tetap ngotot untuk mempertahankan pendidikan kedinasan di luar depdiknas?” tanya dia. (dina)