Hasil survei Transparancy International Indonesia (TII) yang menyatakan DPR sebagai lembaga terkorup di Indonesia membuat gerah kalangan politisi di parlemen. Pasalnya, survei yang dilakukan TII itu tidak menggunakan pembanding dengan lembaga eksekutif lainnya.
Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR Gayus Lumbuun menyatakan tidak terima dengan hasil survei itu.
Menurutnya, hasil survei itu masih diragukan dan tidak bisa membedakan pengertian korupsi dalam kaca mata ilmiah dan dalam kaca mata persepsi masyarakat yang cenderung berbasis pada perasaan like and dislike. "Hasil survei TII sangat mendiskreditkan DPR. Hal itu dikarenakan tidak ada kejelasan yang pasti dengan istilah yang digunakan. DPR dituduh sebagai lembaga terkorup, sangat tidak mendasar," tegasnya.
Ia menanmbahkan, survei itu tidak melupakan etika, sebelum diumumkan ke publik. Meski diakuinya, langkah survei itu baik, namun harus dilakukan dengan langkah yang baik pula dan terjaga obyektivitasnya.
Gayus juga mempertanyakan, mengapa cuma lembaga legislatif yang disurvei, tanpa ada perbandingan dengan lembaga eksekutif. "Survei itu akan menjadi masalah besar terhadap kepercayaan publik pada DPR," tegasnya.
Menanggapi kegundahan Dewan, Ketua TII Todung Mulya Lubis hanya bisa menunduk dan mencatat apa-apa yang menjadi keberatan DPR itu.
Namun ia menjelaskan kalau survei TII merupakah survei mengenai persepsi publik di pelbagai negara soal korupsi. "Survei yang menyebut DPR sebagai lembaga terkorup itu, dilakukan oleh lembaga survei ternama Gallup International. Survei itu dilakukan di berbagai negara, termasuk Indonesia," jelas Todung.
Menurutnya, survei itu menunjukan kalau masyarakat melihat fenomena terjadinya korupsi di DPRD, dan suap dalam RUU Pemerintahan Aceh, serta anggaran rapat dalam pembahasan RUU itu. "Hal menurut penilaian masyarakat sebagai bentuk korupsi," kata Todung. (dina)