Kalangan DPR dan DPD mendesak agar majalah Playboy tidak terbit lagi selama kasus hukumnya di pengadilan belum selesai. Pihak Playboy harus legowo sekaligus menghargai keberatan masyarakat selama ini. Jangan memaksakan diri untuk terus terbit, apalagi beredar bebas di masyarakat.
“Pihak Playboy seharusnya tidak terbit sampai kasus hukumnya selesai di pengadilan. Apalagi beredar dengan cover depan tanpa BH, atau makin berani. Saya khawatir akan makin mendapat perlawanan dari masyarakat,” tegas Ketua DPR RI Agung Laksono kepada wartawan di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (17/7).
Menurutnya, untuk terbit lagi atau tidak, Playboy harus menunggu putusan pengadilan.Karena dengan demikian baru ada keputusan hukum tetap. “Jadi, seharusnya Playboy memahami sajalah keberatan masyarakat yang berakhir dengan kekerasan selama ini,"ujarnya.
Seperti diketahui, Playboy edisi ke-3 telah terbit dengan cover perempuan yang mengenakan celana dalam hitam dan jaket hitam tanpa BH. Modelnya bernama Visensa Nyssa Yuliani. Majalah ini dibanding dengan dua edisi sebelumnya tampil lebih panas.
Oleh karena itu, Wakil Ketua DPR mendesak aparat keamanan segera mengusut Playboy. "Polisi harus tegas untuk segera menutup kantor majalah itu karena ini sudah kriminal."
Zaenal menilai, dengan terbitnya Playboy edisi ke-3, maka ada pihak-pihak yang menunggangi majalah khusus orang dewasa itu. Karena itu ia meminta siapa pun yang membekingi harus ditindak tegas dan diusut tuntas.
Tapi, kepolisian menyatakan baru akan menindak tegas jika sudah ada vonis pengadilan bahwa Playboy bersalah, meskipun Polda Metro Jaya telah menetapkan beberapa tersangka yaitu model Playboy edisi pertama yakni Andhara Early dan Kartika, Pimred Playboy Erwin Arnada, dan Direktur Publisher Ponti Carolus.
Sependapat dengan pimpinan DPR RI, anggota PAH I DPD/MPR RI asal Jawa Timur, KH. A. Mujib Imron menegaskan perlunya pihak Playboy memahami reaksi keras yang ditunjukkan masyarakat Islam selama ini. Bahwa umat Islam merasa terusik dan terganggu dengan terbitnya majalan porno tersebut.
“Kalau pengadilan sudah memutuskan secara hukum bahwa Playboy salah atau tidak, baru terbit atau tidak terbit lagi. Mestinya kedua belah pihak di mana kasusnya masih dalam proses hukum, seharusnya saling memahami dan tidak terbit dulu,” ujar Wakil Rais Syuriah PCNU Kabupaten Pasuruan itu. (dina)