Himbauan pemerintah, dalam hal ini Menteri Agama HM. Maftuh Basyuni agar aliran Ahmadiyah menjadi agama baru ditanggapi berbeda-beda oleh masyarakat. Kalangan DPR dan DPD RI sendiri ada yang pro dan kontra merespon pernyataan Menag RI tersebut.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Jawa Timur KH. Mujib Imron mendukung langkah Maftuh Basyuni. Menurutnya benar apa yang dilakukan Menag RI karena dalam rangka meluruskan akidah uamt Islam di mana tidak ada nabi setelah Nabi Muhammad SAW sebagai nabi yang terakhir, demikian KH. Mujib Imron kepada wartawan di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Selasa (14/2).
Karena itu kalau Ahmadiyah masih meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabinya, sebaiknya menjadi agama baru, atau menjadi Islam Ahmadiyah saja. Dengan demikian pernyataan Menag RI itu tidak usah diperpanjang, karena persoalannya jelas menyangkut akidah umat Islam di dunia. Sehingga meluruskan akidah itu merupakan kewajiban HM. Maftuh Basyuni. Sedangkan masalah kekerasan yang terjadi sudah menjadi kewajiban aparat kepolisian dan penegak hukum yang lain untuk menindak pelakunya sesuai hukum yang ada.
“Bahwa tindakan anarkis itu tidak dibenarkan oleh siapa pun dan dalam bentuk apa pun, sebagaimana ditegaskan dalam UUD RI 1945 Pasal 28 (J dan G) tentang kebebasan beragama, keyakinan, berpikir, menyampaikan pendapat, berbicara dsb. Di mana Menag RI merasa terusik dengan Ahmadiyah yang menjadikan Mirza Ghulam sebagai nabi,” katanya.
Dukungan juga disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ahmad Farhan Hamid (FPAN). Ia menilai pernyataan Menteri Agama mengenai Ahmadiyah disampaikan dalam kapasitasnya secara pribadi. Karenanya dia meminta agar masalah ini tidak diperpanjang. Untuk itu Farhan Hamid meminta pada Menteri Agama agar menyampaikan pernyataan yang menyejukkan dan tidak membuat kontroversi. Sehingga tidak menimbulkan persoalan baru yang menyulut kemarahan Ahmadiyah.
“Namun, apa yang disampaikan itu benar, karena memang Islam tidak megakui nabi lain selain Muhammad SAW,” ujar Farhan.
Sementara itu Wakil Ketua DPR Zaenal Ma’arif menyayangkan pernyataan Menag. “Semestinya pernyataan itu tidak keluar dari orang yang pemahaman Islamnya sangat mendalam. Tidak pantas jika Menteri Agama berbicara seperti itu. Seharusnya sebagai pejabat publik bisa mengayomi Ahmadiyah dan bukannya meminta jadi agama baru dan itu tidak bijak,” katanya.
Zaenal menilai jabatan menteri agama tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawabnya untuk mengayomi kepercayaan dan keyakinan masyarakat Indonesia. Dan, jika ada yang berbeda maka harus diupayakan penyelesaiannya secara bijaksana bukan dengan membuat pernyataan yang meresahkan. (dina)