Jusuf Kalla : Masalah Bank Century Kriminal

Ada yang tak kalah dahsyatnya dibandingkan dengan gempa yang menimpa wilayah pantai selatan Pulau Jawa, terutama di wilayah Jawa Barat, seperti Tasikmalaya, Ciamis, Cianjur, dan Sukabumi, dan meluluh-lantakkan rumah dan bangunan yang ada, serta peristiwa itu, tak lain kasus  Bank Century, yang kurang mendapatkan liputan media.

Dan, justru Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan sejak awal ia menolak upaya penyelamatan Bank Century karena merupakan masalah kriminal.

Inilah pengulangan kasus BLBI jilid II, yang merugikan uang negara yang tidak kecil Rp 6,7 triliun. Sebelumnya, kasus BLBI adalah penggelontoran uang pemerintah yang  dananya dikuras mencapai Rp 650 triliun oleh para pemilik bank swsta, yang terjadi antara tahun 1998. Dan,  peristiwa itu berulang kembali dengan kasus Bank Century.

Seperti diketahui November tahun lalu Komite Sektor Keuangan yang diketuai Menteri Keuangan Sri Mulyani menyuntik dana kepada bank itu karena kekuatiran sentimen negatif Bank Century akan membawa resiko bangkrutnya 18 bank lain.

Dalam konperensi pers yang digelar khusus Senin 31 Agustus 2009, Jusuf Kalla menegaskan masalah Bank Century adalah kriminal. "Masalah Bank Century bukan masalah akibat krisis tapi perampokan, kriminal. Karena pengendali bank merampok dana bank sendiri dengan segala cara, termasuk obligasi bodong yang dibawa ke luar negeri."  Adapun dana talangan yang awalnya diperkirakan hanya mencapai Rp 1,3 trilyun membengkak menjadi Rp 6,7 trilyun rupiah.

Kini, skandal finansial (keuangan) di Bank Century yang melibatkan dana Rp 6,7 triliun mulai menyeret keterlibatan akktor penting yang bakal terlibat dalam pemerintahan mendatang.Kasus Bank Century bakal masuk ranah politik yang bakal panas? Pasalnya hal ini akan menyangkut kredibelitas Presiden SBY.

Kasus Bank Century ini mencuatkan nama Sri Mulyani dan Boediono. Dua nama tersebut merupakan pejabat yang berwenang dalam pengucuran dana ‘bail-out’ (talangan) ke Bank Century : Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI), sedangkan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Keduanya masuk dalam Komite Stabiitas Sistem Keuangan (KSSK).

"Menkeu Sri Mulyani sebagai Ketua KSSK adalah fihak yang seharusnya paling bertanggungjawab, karena memberikan persetujuan cost recovery tambahan untuk Bank Century", ucap Benny K.Harman, Anggota Komisi III DPR. Tetapi, justru Sri Mulyani, selaku Ketua KSSK  menuding BI (Boediono) yang tidak memberitahu perihal adanya penggelapan dana di Bank Century. "Kalau BI tahu ada fraud (penggelapan) mestinya waktu itu dia minta ada penangkapan", cetus Menkeu Sri Mulyani.

Sebelum ‘menyengat’ BI Sri Mulyani juga menyebutkan perihal pertemuannya dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla guna melaporkan soal pencairan  bail-out ke Bank Century pada 22 Nopember 2008, atau sehari  sebelum pencairan dana sebesar Rp 2,7 triliun. Namun, cerita Sri lMulyani itu dibantah mentah-mentah oleh Jusuf Kalla. Menurut Jusuf Kalla, dirinya menerima Sri Mulyani pada 25 Nopember 2008. "Jadi, seolah-olah sya tahu pengucuran dana itu. Padahal, saya tidak tahu sama sekali", ucap Kalla.

Jusuf Kalla pun menyebutkan, sejak awal dirinya menegaskan kasus Bank Century merupakan kriminal, perampokan dana nasabah oleh pengelola bank. Ia pun sejak awal meminta BI agar melaporkan Robert Tantular  dan direksi Bank Century lainnya ke polisi, ujar Kalla. "Saya sempat meminta kepada Boediono selaku Gubernur Bank Indonesia saat itu untuk segera melapor ke polisi guna menangkap Robert Tantular dn direksi yang bertanggungjawab dan menyita aset. Ternyata Bank Indonesia tidak berani. Alasannya, tidak ada dasar hukum", papar Jusuf Kalla. (m/bbc)

Foto : inet