eramuslim.com – Berdasarkan data Badan PBB untuk pengungsi (UNHCR), saat ini jumlah pengungsi yang tercatat di wilayah Pidie, Lhokseumawe, dan Aceh Timur hanya sekitar 700 orang. Jumlah tersebut semakin menurun dari sebelumnya yang mencapai ribuan orang.
“Jumlah pengungsi terus menurun di Aceh,” ujar Protection Associate UNHCR Indonesia, Faisal Rahman, dalam diskusi di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Aceh (Kontras) Aceh, Banda Aceh, Jumat (13/9).
Menurut Faisal, pengungsi sering kali berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Hal tersebut mengindikasikan banyak dari pengungsi hanya menjadikan Aceh sebagai transit, sebelum melanjutkan perjalanan ke lokasi lain, terutama Malaysia.
Faisal mengungkap, saat ini situasi di Myanmar semakin memburuk dan mirip dengan kondisi pada 2017. Banyak pengungsi Rohingya menjadi korban kekerasan junta militer Myanmar.
“Pergerakan mereka semakin intensif, dan perlu ada antisipasi terhadap kemungkinan pergerakan pengungsi ke negara-negara seperti Thailand dan Malaysia,” sebutnya, diwartakan RMOLAceh, Sabtu (14/9).
Menurut Faisal, sebagian besar pengungsi mencari keluarga mereka di Malaysia, dan mungkin akan melanjutkan perjalanan ke Medan atau Pekanbaru.
Faisal juga menekankan perlunya penanganan yang lebih terkoordinasi dan pengawasan yang ketat untuk menghindari potensi eksploitasi terhadap pengungsi.
“Pengungsi biasanya mendapatkan dukungan dari keluarga atau bantuan dari warga sekitar untuk melanjutkan perjalanan mereka,” ujarnya.
Faisal berharap ada Satuan Tugas (Satgas) yang dapat memastikan bahwa bantuan diberikan secara transparan dan tidak disalahgunakan.
Sementara itu, Koordinator KontraS Aceh, Azharul Husna, memberikan pandangannya mengenai kebijakan yang perlu diterapkan untuk menangani pengungsi Rohingya. Menurutnya Pemerintah bisa menggunakan Perpres 2016 sebagai acuan dalam penanganan pengungsi.
“Termasuk kemungkinan pembuatan qanun tentang pengungsi di Aceh,” ujar Azharul Husna.
Wanita yang akrab disapa Nana ini, berpandangan, Aceh sebagai daerah otonomi khusus, memiliki kapasitas dan peluang untuk merespons isu pengungsi Rohingya dengan lebih baik dibandingkan daerah lain.
Nana juga mengingatkan, dua tahun lalu, KontraS Aceh sempat mengajukan draf qanun dan mendiskusikannya dengan pemerintah. Meskipun, pemerintah belum memberikan umpan balik mengenai revisi yang diperlukan.
Nana berharap agar usulan tersebut dapat diterima dan diimplementasikan untuk memperbaiki penanganan pengungsi di Aceh.
(Sumber: RMOL)